1. Tahun 614 (8 H). Utusan Nabi Muhammad, Al-Harits
ibu Umair al-Azady, yang membawa surat untuk pemimpin
Bushro, dihadang dan diculik untuk selanjutnya
dipenggal lehernya oleh pegawai Romawi atas perintah
Kaisar Romawi, Heraklius. Padahal, membunuh duta
merupakan kejahatan yang amat keji dan sama halnya
dengan mengumumkan perang. Akibat kebiadaban kaisar
Kristen ini timbullah perang Mut’ah dan perang Tabuk
antara umat Islam melawan Kristen Romawi. Inilah
konflik pertama kali antara umat Islam dengan orang
Kristen. Dan seperti yang terpampang dalam sejarah,
Kristen lah yang lebih dulu membunuhi umat Islam.
2. Tahun 1064. Rombongan peziarah Kristen sebanyak
7000 orang yang dipimpin oleh seorang Uskup telah
menyerang orang-orang Arab dan Turki di Yerusalem.
3. 15 Juli 1099, Yerusalem ditaklukan. 60.000 orang
dibunuh, terdiri dari orang-orang Yahudi, Muslim,
laki-laki, perempuan dan anak-anak. Dilukiskan oleh
saksi mata Kengerian begitu dahsyat: “Kami harus
berjalan didalam darah musuh kami sedalam mata kaki”.
Akhirnya pada 15 Juli 1099, Yerusalem (Baitul Maqdis)
jatuh ke tangan pasukan Salib, tercapailah cita-cita
mereka.
Berlakulah keganasan luar biasa yang belum pernah
terjadi dalam sejarah umat manusia. Kaum kafir Kristen
itu telah menyembelih penduduk sipil Islam baik
lelaki, perempuan dan anak-anak dengan sangat
ganasnya. Mereka juga membantai orang-orang Yahudi dan
orang-orang Kristen yang enggan bergabung dengan kaum
Salib. Keganasan kaum Salib Kristen yang sangat luar
biasa itu telah dikutuk dan diakui oleh para saksi dan
penulis sejarah yang terdiri dari berbagai agama dan
bangsa.
Seorang ahli sejarah Prancis, Michaud berkata: “Pada
saat penaklukan Yerusalem oleh orang Kristen tahun
1099, orang-orang Islam dibantai di jalan-jalan dan di
rumah-rumah. Yerusalem tidak punya tempat lagi bagi
orang-orang yang kalah itu. Beberapa orang coba
mengelak dari kematian dengan cara mengendap-endap
dari benteng, yang lain berkerumun di istana dan
berbagai menara untuk mencari perlindungan terutama di
masjid-masjid. Namun mereka tetap tidak dapat
menyembunyikan diri dari pengejaran orang-orang
Kristen itu.
Tentara Salib yang menjadi tuan di Masjid Umar, di
mana orang-orang Islam coba mempertahankan diri selama
beberapa lama menambahkan lagi adegan-adegan yang
mengerikan yang menodai penaklukan Titus. Tentara
infanteri dan kavaleri lari tunggang langgang di
antara para buruan. Di tengah huru-hara yang
mengerikan itu yang terdengar hanya rintihan dan
jeritan kematian. Orang-orang yang menang itu
menginjak-injak tumpukan mayat ketika mereka lari
mengejar orang yang coba menyelamatkan diri dengan
sia-sia.”
Raymond d’Agiles, yang menyaksikan peristiwa itu
dengan mata kepalanya sendiri mengatakan: “Di bawah
serambi masjid yang melengkung itu, genangan darah di
dalamnya mengenai lutut dan mencapai tali kekang
kuda.”
Aksi pembantaian hanya berhenti beberapa saat saja,
yakni ketika pasukan Salib itu berkumpul untuk
menyatakan rasa syukur kepada Tuhan mereka Yesus
Kristus atas kemenangan mereka. Tapi begitu upacara
perayaan itu selesai, pembantaian diteruskan dengan
lebih ganas lagi.
Seterusnya Michaud berkata: “Semua yang tertangkap
yang disisakan dari pembantaian pertama, semua yang
telah diselamatkan untuk mendapatkan upeti, dibantai
dengan kejam. Orang-orang Islam itu dipaksa terjun
dari puncak menara dan bumbung-bumbung rumah, mereka
dibakar hidup-hidup, diseret dari tempat persembunyian
bawah tanah, diseret ke hadapan umum dan dikurbankan
di tiang gantungan.”
Selanjutnya Michaud menambahkan: “Air mata wanita,
tangisan anak-anak, begitu juga pemandangan dari
tempat Yesus Kristus memberikan ampun kepada para
algojonya, sama sekali tidak dapat meredakan nafsu
membunuh orang-orang yang menang itu. Penyembelihan
itu berlangsung selama seminggu. Beberapa orang yang
berhasil melarikan diri, dimusnahkan atau dikurangkan
jumlahnya dengan perbudakan atau kerja paksa yang
mengerikan.”
Archbishop Tyre, saksi mata melukiskan peristiwa itu
sbb:
“It was impossible to look upon the vast numbers of
the slain without horror; everywhere lay fragments of
human bodies, and the very ground was covered with the
blood of the slain. It was not alone the spectacle of
headless bodies and mutilated limbs strewn in all
directions that roused the horror of all who looked
upon them. Still more dreadful was it to gaze upon the
victors themselves, dripping with blood from head to
foot, an ominous sight which brought terror to all who
met them. It is reported that within the Temple
enclosure alone about ten thousand infidels perished.”
“Adalah mustahil untuk melihat keatas angka-angka luas
yang dibunuh tanpa kengerian; di mana-mana diletakkan
bagian-bagian tubuh manusia, dan seluruh lantai telah
tertutup oleh darah para korban. Itu tidak sendiri
karena pertunjukan besar tubuh-tubuh tanpa kepala dan
terpotong-potong yang ditaburkan di segala jurusan,
benar-benar membangunkan kengerian bagi semua yang
melihatnya. Meski demikian yang lebih seram adalah
untuk menatap atas para pemenang diri mereka,
menitikkan darah seluruh badan, suatu penglihatan
tidak menyenangkan yang membawa teror bagi semua
menjumpainya. Itu dilaporkan di dalam lampiran kuil
itu sendiri bahwa sekitar sepuluh ribu orang
pengkhianat binasa.”
Gustave Le Bon telah mensifatkan penyembelihan kaum
Salib Kristen sebagaimana kata-katanya: “Kaum Salib
kita yang ‘bertakwa’ itu tidak memadai dengan
melakukan berbagai bentuk kezaliman, kerusakan dan
penganiayaan, mereka kemudian mengadakan suatu
pertemuan yang memutuskan supaya dibunuh saja semua
penduduk Yerusalem yang terdiri dari kaum Muslimin dan
bangsa Yahudi serta orang-orang Kristen yang tidak
memberikan pertolongan kepada mereka yang jumlahnya
mencapai 60.000 orang. Orang-orang itu telah dibunuh
semua dalam masa 8 hari saja termasuk perempuan,
anak-anak dan orang tua, tidak seorang pun yang
terkecuali.”
Gustave Le Bon dalam bukunya “La Civilisation
Islamique er Arabe” hal.407 juga mengatakan,
“Kekejaman yang dilakukan oleh tentara salib terhadap
kawan maupun lawan, tentara maupun rakyat sipil,
wanita ataupun anak-anak, orang tua maupun anak muda,
membuat mereka menduduki tempat teratas dalam sejarah
kekerasan”.
Salah seorang saksi sejarah, Robert The Monk, menulis
sbb:
“Tentara kami menyerbu seluruh lorong, medan, serta di
atas bumbung-bumbung rumah yang bersambungan seperti
singa yang kehilangan anaknya. Kami mencabik-cabik
anak-anak dengan kejam. Kami membunuh orang tua dan
muda dengan pedang. Untuk mempercepat kerja, kami
menggunakan satu tali untuk mengantung leher beberapa
orang.”
Tentara merampas dan merampok apa saja yang mereka
temukan. Mereka bahkan merobek perut para korban untuk
mencari emas dan uang. Apa saja yang ditemukan, mereka
rampas. Akhirnya, Bohemond mengumpulkan semua yang
selamat, lelaki ataupun perempuan, yang cacat dan
tidak berdaya di dalam sebuah istana, dan membunuh
mereka semua. Mereka meninggalkan yang muda untuk
dijual di pasar budak Antiochia.
Godfrey Hardouinville melaporkan kepada Paus, “Di
Yerusalem, umat Islam yang ditangkap, dibunuh oleh
orang-orang kami di halaman kuil Solomon hingga kuil
itu dipenuhi dengan darah yang menggenang sampai ke
lutut.”
Ahli sejarah Kristen yang lain, Mill, mengatakan:
“Ketika itu diputuskan bahwa rasa kasihan tidak boleh
diperlihatkan terhadap kaum Muslimin. Orang-orang yang
kalah itu diseret ke tempat-tempat umum dan dibunuh.
Semua kaum wanita yang sedang menyusu, anak-anak gadis
dan anak-anak lelaki dibantai dengan kejam. Tanah
padang, jalan-jalan, bahkan tempat-tempat yang tidak
berpenghuni di Yerusalem ditaburi oleh mayat-mayat
wanita dan lelaki, dan tubuh anak-anak yang
terkoyak-koyak. Tidak ada hati yang lebur dalam
keharuan atau yang tergerak untuk berbuat kebajikan
melihat peristiwa mengerikan itu.”
Penaklukan Yerusalem oleh tentara Salib benar-benar
diwarnai dengan pembantaian yang tak pandang bulu
(indiscriminate massacre). Kaum muslimin -meliputi
semua umur dan jenis yang tak berdaya- dibantainya.
K. Hitti menuliskan, “Heaps of heads and hand feet
were to be seen throughout the street and squares of
the city.” (Tumpukan dari kepala-kepala dan kaki
tangan korban pembantaian dipamerkan di jalan-jalan
dan di sudut-sudut kota).
Para ahli sejarah mencatat jumlah korban pembantaian
itu sekitar 60.000 sampai 100.000 orang lebih.
Peristiwa yang kejam ini, jika dibandingkan dengan
penaklukan Shalahuddin al-Ayyubi dalam merebut kembali
Yerusalem, tentu menimbulkan pertanyaan, “Benarkah
motivasi agama (Kristen) menjiwai perang ini?”.
Karena, berbeda 180 derajat dengan pembantaian yang
dilakukan oleh pasukan Kristen, umat Islam sama sekali
tidak melakukan pembantaian balasan ketika merebut
kembali Yerusalem dibawah pimpinan Salahuddin
Al-Ayyubi. Kristen membantai sangat banyak umat
manusia ketika merebut Yerusalem, sementara Islam
dibawah pimpinan Shalahuddin Al-Ayyubi berperilaku
jauh lebih mulia dan beradab daripada Kristen ketika
merebut Yerusalem kembali. Benar-benar bertolak
belakang sekali memang antara Islam dengan Kristen
itu.
Sikap Salahuddin ini menambah harum namanya, baik di
mata lawan maupun kawan. Beberapa sejarawan Barat yang
pernah menulis ketinggian pribadinya, antara lain
Stanley Lane Poole.
4. Tahun 1456. Pertempuran Belgrade 1456, 80.000 orang
Turki dibunuh oleh orang-orang Kristen. Sampai disini
saja entah sudah berapa banyaknya nyawa umat manusia
yang telah dihabisi oleh orang Kristen. Umat Yahudi
disembelih, umat Islam dibantai, bahkan umat seimanpun
dihabisi juga oleh Kristen.
Kekejaman dan kebiadaban Kristen memang terlalu
spektakuler, mungkin sudah menjadi darah daging mereka
untuk menghabisi nyawa orang. Buktinya jumlah manusia
yang telah dibunuh oleh orang Kristen berkali-kali
lipat lebih banyak daripada perbuatan sejenis yang
dilakukan oleh umat Islam dan agama lainnya.
5. 3 Juni 1502, terjadilah pembunuhan massal di
Kalikut, sebuah kota pelabuhan di selatan India yang
menjadi pusat perdagangan abad ke-16. Pembunuhan
massal yang terjadi atas para pedagang Arab itu
dilakukan oleh Vasco Da Gama seorang pelaut Portugis
dan pasukannya. Awalnya, Vasco da Gama atas perintah
raja Manuel dari Portugal, melakukan ekspedisi laut
untuk mencapai India, salah satu tujuannya adalah
untuk mencari rempah-rempah. Ekspedisi ini menggunakan
empat kapal dengan 160 tentara dan pelaut.
Mereka mengangkat sauh dari pelabuhan Lisabon tanggal
8 Juli 1497 dan tiba di pelabuhan Calicut pada tanggal
22 Mei 1498. Sebagaimana imperialis Barat lainnya,
Vasco da Gama dengan segera mengklaim Calicut sebagai
wilayah dagangnya dan timbullah pertentangan dengan
para pedagang Arab. Akhirnya, Vasco da Gama
memerintahkan pasukannya untuk membunuh massal para
pedagang Arab yang berjumlah 800 orang tersebut.
Calicut kini telah beralih nama menjadi Kozhikode.
6. 5 Juli 1962, setelah berjuang selama bertahun-tahun
dan mengorbankan sekitar saju juta syuhada, rakyat
muslim Aljazair akhirnya berhasil meraih kemerdekaan
mereka.
Pada tahun 1830, Prancis datang menyerang Aljazair
dengan tujuan menjadikan negara itu sebagai wilayah
jajahannya, namun mendapat perlawanan keras dari
bangsa Aljazair. Salah satu pejuang kemerdekaan
Aljazair yang terkemuka adalah Amir Abdul Qadir
Aljazairi sejak tahun 1932.
Pada 18 Februari 1834, tentara Prancis mengalami
kekalahan telak melawan pasukan Amir Abdul Qadir
Aljazairy. Sepertiga tentara Prancis tewas dalam
pertempuran itu dan setengah dari tentara yang masih
hidup menjadi tawanan perang.
Kristen kolonialis Prancis yang baru pertama kalinya
mengalami kekalahan besar di Afrika, menawarkan
perdamaian. Namun, pemimpin perjuangan rakyat
Aljazair, Amir Abdul Qadir Aljazairy itu menolak
tawaran damai itu dan meneruskan perjuangannya
sehingga hampir seluruh kawasan Aljazair berhasil
dibebaskan. Namun pada tahun 1836, tentara Prancis
kembali mengalahkan pasukan Abdul Qadir.
Pada tanggal 18 November 1839, dimulailah periode
kedua perjuangan rakyat Aljazair melawan penjajahan
Prancis. Dalam perang ini, Kristen Prancis menambah
pasukannya dalam jumlah besar dan menggunakan strategi
penghancuran terhadap basis-basis militer Abdul Qadir.
Selain itu, tentara Prancis juga membuat rakyat
kelaparan dengan cara menghancurkan ladang, kebun
buah, dan hewan ternak. Akhirnya, Amir Abdul Qadir
terpaksa menyerah pada tahun 1847 dan dipenjarakan di
Prancis. Dengan kekalahan tersebut, Prancis pun
berkuasa penuh atas Aljazair. Dengan leluasa, Prancis
menguras hasil bumi negara ini dan menindas rakyat
Aljazair.
Sekitar satu abad kemudian, setelah Perang Dunia
Kedua, sekali lagi rakyat Aljazair memulai
perjuangannya melawan penjajahan Prancis. Pada tanggal
31 Juli 1962, barulah Aljazair meraih kemerdekaannya.
7. 8 Mei 1621, 14.000 orang di pulau Banda, Maluku
dibantai Kristen Belanda. Contoh kongkrit bisa dilacak
lewat bukti lembaran sejarah pembantaian bangsa Banda
pada tanggal 8 Mei 1621, yang menelan hampir seluruh
jumlah penduduk pulau Banda sebanyak 14.000 orang.
Penduduk asli Banda tiada tersisa (Willard A. Hanna;
Indonesian Banda Colonialism and its aftermath in the
nutmeg island).
8. Tahun 1808-1811. Untuk memperkuat pertahanan di
Pulau Jawa, Gubernur Jendral Herman William Daendels
memerintahkan pembuatan jalan raya dengan kerja paksa
(kerja rodi). Jalan itu sangat panjang, 1000 km
terbentang dari Anyer sampai Panarukan. Si Kristen
bengis Daendels MEMAKSA rakyat Indonesia untuk
mengerjakan pembuatan jalan raya tersebut tanpa diberi
upah. Ribuan rakyat Indonesia mati menjadi korban
dalam pembuatan jalan tersebut.
9. Tanggal 4 Maret tahun 1823, pasukan Yunani dalam
era peperangan melawan tentara Imperium Ottoman,
melakukan pembunuhan massal terhadap 12 ribu muslim di
kota Tripolitza. Tentara Yunani dalam pertempuran itu
mendapatkan dukungan dari beberapa negara Eropa.
10. Pada tahun 1830, Van Der Cappelen digantikan oleh
Van Den Bosch sebagai Gubernur Jendral di Hindia
Belanda. Ia diberi tugas untuk mengisi kas keuangan
Belanda yang kosong. Setelah memeras otak beberapa
lama, Van Den Bosch menemukan suatu cara. Ia
memberlakukan kebijakan Cultur Stelsel atau Tanam
Paksa.
Tanam paksa menimbulkan penderitaan rakyat yang amat
menyedihkan. Beban rakyat semakin berat. Hasil
pertanian pun semakin turun. Rakyat mengalami
kelaparan. Banyak rakyat Indonesia yang mati
kelaparan, gara-gara penindasan Kristen biadab.
Sebaliknya, sistem tanam paksa ini menguntungkan
Kristen Belanda. Kas negara Belanda yang tadinya
kosong, kini terisi kembali. Hasil tanam paksa
diangkut seluruhnya ke Belanda. Kemudian, hasil
tersebut digunakan untuk membangun negeri Belanda.
11. 10 November 1945, kekejaman penjajah kristen Inggris di
Surabaya.
Pada bulan November 1945 terjadi perang yang amat
sengit antara tentara Inggris dengan pasukan Indonesia
yang mempertahankan pelabuhan dan kota Surabaya.
Sekitar dua minggu pasukan Indonesia yang sebagian
besar hanya bersenjatakan senapan dan bambu runcing
melawan tentara Inggeris yang bersenjata lengkap dan
modern dengan dibantu kapal-kapal altileri, angkatan
udara dan tank-tank.
Peristiwa pemboman atas kota Surabaya pada tanggal 10
November 1945 yang dilakukan oleh Angkatan Perang
Kerajaan Inggris, di mana diperkirakan telah jatuh
korban sekitar 30.000 orang Indonesia tewas (beberapa
pihak menyebutkan “hanya” 12.000 korban tewas), yang
banyak diantara korbannya adalah para orangtua, wanita
dan anak-anak … adalah Crimes against humanity!
Pada tanggal 10 November 1945 di kota Surabaya,
ibukota propinsi Jawa Timur Indonesia, dengan dalih:
kematian Brigjen Mallaby, rakyat dan pemuda
menghalangi perlucutan tentara Jepang oleh Sekutu,
rakyat dan pemuda tidak mau menyerahkan tawanan Jepang
dan senjatanya kepada Sekutu, pada tanggal 10 Nopember
1945 kota Surabaya dibombardir oleh kapal-kapal Sekutu
dari laut dan pesawat-pesawat tempur mereka dari
udara.
Ribuan rumah di kota Surabaya hancur dan ribuan mayat
bergelimpangan di mana-mana, berhari-hari Sekutu
melakukan serangan tersebut dengan kejam tanpa
pertimbangan perikemanusiaan sama sekali. Tujuan
mereka supaya rakyat dan pemuda minta ampun dan
menyerah kepada Sekutu (;Kristen Inggris).
Tetapi rakyat dan pemuda Surabaya dan satuan-satuan
bersenjata lainnya yang pantang menyerah dan pantang
minta ampun, makin menguatkan tekad dan semangat untuk
meneruskan perlawanan bersenjata terhadap siapa saja
yang akan memaksakan kembalinya penjajahan di
Indonesia.
Perlawanan yang gagah berani, pantang menyerah dan
dengan semangat berkobar-kobar dari kaum patriot
Indonesia untuk membela tanah airnya melawan agresor
di Surabaya itu membangkitkan semangat perlawanan
patriot Indonesia lainnya di seluruh Indonesia.
Atas dasar ideologi dan semangat rakyat dan pemuda
Surabaya yang pantang menyerah itulah maka tanggal 10
Nopember dijadikan “Hari Pahlawan” di Indonesia.
Dalam pertempuran Surabaya melawan pasukan Inggris
pada bulan November 1945 ini, tidak sedikit peranan
pemuda-pemuda Tionghoa dan Arab yang ikut berjuang,
bahu membahu melawan penyerbuan Kristen Inggris.
Berkenaan dengan pertempuran Surabaya, pada tanggal 12
November 1945, Bung Karno mengucapkan pidato antara
lain
“Ratusan orang Tionghoa dan Arab yang tidak bersalah
dan suka damai, yang datang di negeri ini untuk
berdagang, terbunuh dan luka-luka berat. Kurban di
pihak Indonesia lebih banyak lagi. Saya protes keras
terhadap pemakaian senjata modern, yang ditujukan
kepada penduduk kota yang tidak sanggup mempertahankan
diri untuk melawan”.
12. 19 Juni 1971. Sekitar 70 orang Moro, baik
laki-laki, wanita dan anak-anak tanpa ampun dibantai
oleh kelompok Ilaga Movement yang dibacking
orang-orang Katolik Biadab dari Militer Filipina pada
salah satu masjid di Barrio Manili, Carmen Cotabato
Utara. Peristiwa yang kemudian dikenal dengan
Pembantaian Manili ini, membuktikan bahwa peperangan
antara bangsa Moro melawan Filipina adalah konflik
religius. Yaitu kebencian mendalam Katolik Filipina
terhadap agama Islam yang dianut oleh mayoritas
penduduk di Mindanao Selatan. Sampai detik ini total
lebih dari 30 ribu muslim di Filipina yang tewas
menjadi korban kekejaman pemerintah Filipina.
13. Tahun 1982. Pada tanggal 17 September 1982,
terjadi pembunuhan massal terhadap warga sipil
Palestina yang menghuni kamp penampungan Shabra dan
Shatila di Lebanon oleh kelompok Palang/Kristen dari
Tentara Lebanon Selatan (SLA) yang didukung oleh
tentara Zionis Israel.
Dengan persetujuan Menachem Begin, Perdana Menteri
Israel dan atas perintah Ariel Sharon, Menteri Perang
Israel pada waktu itu, pada dini hari tanggal 17
September, tentara Zionis mengepung kamp pengungsi
Shabra dan Shatila. Lalu, kelompok Palang memasuki
kamp tersebut dan memperkosa serta membunuh warga
sipil Palestina yang umumnya wanita, anak-anak, dan
orang tua. Pembunuhan massal ini berlangsung selama 40
jam dan 3300 orang telah terbunuh.
14. 14-15 April 1986. Selama dua hari Kristen AS atas
perintah Presiden Ronald Reagan, -yang baru saja
mampus dan sedang dalam perjalanan menuju neraka
jahannam- mengebom Tripoli dan Benghazi, kota-kota
terpenting di Libya, yang menewaskan seratus orang
menurut pers barat dan enam puluh orang menurut
laporan resmi Libya, sebagian besar penduduk sipil.
Tujuan Kristen biadab AS melakukan pengeboman itu
adalah untuk membunuh Presiden Libya yang berdaulat,
Kolonel Muammar Qaddhafy, namun hasilnya ternyata
meleset. Qaddhafy selamat, namun salah seorang anak
tirinya yang tidak bersalah berhasil dimampuskan oleh
Kristen biadab AS.
Berikut bunyi sebuah surat yang cukup mengharukan dari
seorang anak perempuan Libya berusia tujuh tahun, yang
ia tujukan pada presiden AS Ronald Reagan setelah
pengeboman itu. Saudara perempuan satu-satunya bocah
cilik tersebut telah terbunuh akibat pemboman Kristen
AS. Tulisan tangan bocah ini ditemukan oleh Charles
Glass, koresponden ABC yang melaporkan pengeboman
beserta akibatnya dari kancah. Surat itu berbunyi:
“Pak Reagan yang Terhormat,
Mengapa Anda membunuh satu-satunya saudara perempuan
saya, Rafa, dan kawan saya, Racha, yang umurnya baru
sembilan tahun, dan boneka bayi saya, Strawberry.
Benarkah Anda mau membunuh kami semua karena ayah saya
orang Palestina, dan Anda ingin membunuh Qaddhafy
karena ia mau membantu kami untuk kembali ke rumah dan
negeri ayah saya.
Nama saya Kinda.”
[Maling Teriak Maling: Amerika Sang Teroris?. Noam
Chomsky. Pustaka Mizan. Halaman 127]
15. Tahun 1992-1995. Terjadi pembantaian besar-besaran
yang dilakukan oleh orang-orang Kristen Ortodoks
Serbia terhadap 275.000 umat Islam, juga pemerkosaan
terhadap 50 ribu wanita Muslim di Bosnia-Herzegovina.
1 juta lebih umat Islam disana terpaksa mengungsi dan
kehilangan tempat tinggal. Masjid-masjid dan perumahan
penduduk dibumihanguskan oleh orang-orang Kristen
Serbia.
Tahun 1992, setelah Bosnia-Herzegovina mengumumkan
kemerdekaan, orang-orang Kristen Ortodoks Serbia
mengadakan razia di jalan-jalan. Orang-orang Kristen
menghadang setiap orang yang ditemui, dan kemudian
para penduduk pria disuruh melepaskan celananya, untuk
dilihat kemaluannya apakah telah disunat atau belum.
Setiap laki-laki yang telah disunat dianggap muslim,
dan langsung dibunuh. Wanita hamil banyak yang dirobek
perutnya dengan sadis, saking bencinya mereka melihat
kenyataan bahwa wanita muslim itu akan melahirkan bayi
muslim.
Penderitaan kaum wanita Muslim Bosnia disana tidak
hanya itu saja, karena sekitar 50 ribu orang diantara
mereka kemudian diperkosa secara sistematis oleh
Chetnik (milisi-milisi Serbia), dengan tujuan
memuaskan hawa nafsu Kristen-BIADABnya serta supaya
wanita-wanita muslim melahirkan anak-anak perkosaan
beretnis Serbia. Orang-orang yang sedang mengungsi pun
tetap tak luput dari incaran snyper-snyper Kristen,
yang mengintai mereka setiap saat dan siap membantai
siapapun dan dimanapun umat Islam bersembunyi, jikalau
mereka mampu.
Sangat banyak kalau kita mau mengupas
kekejaman-kekejaman dan kebiadaban tanpa batas Kristen
Serbia disana. Yang selain dilakukan oleh pasukan
pemerintah juga oleh milisi-milisi Chetniks,
Kristen-kristen biadab haus darah umat Islam. Segala
macam kebiadaban, segala macam pembantaian,
pemerkosaan, penyiksaan, pengusiran, pengkristenan
secara paksa dll SUDAH SANGAT-SANGAT BIASA dilakukan
oleh orang-orang Kristen sejak awal lahirnya agama
Kristen.
16. Tahun 1994. Pembantaian terhadap 50 ribu lebih
Muslim Chechnya dan pemerkosaan terhadap banyak
wanita-wanita Muslim oleh Kristen Ortodoks Rusia.
Sejak dari zaman Czar di Rusia umat Islam di Chechnya
selalu hidup dalam tekanan penguasa Kristen. Pada
tahun 1994 setelah memproklamirkan kemerdekaan,
tentara Rusia dengan bengis membunuhi penduduk sipil
dalam usaha memadamkan perjuangan bangsa Chechen.
Tercatat 50 ribu lebih umat Islam di Chechnya tewas
dibunuh Kristen-Kristen Rusia sejak tahun 1994.
17. Tahun 1998-1999, di Kosovo. Kristen Serbia kembali
melakukan pembantaian dan pemerkosaan secara massal
terhadap umat Islam. Kali ini umat Islam di wilayah
Kosovo yang menjadi sasaran mereka. Total lebih dari
100 ribu penduduk muslim Kosovo tewas dibantai Kristen
Serbia, dan hampir 1 juta (800 ribu lebih) yang
menjadi pengungsi.
18. Tahun 1999. Terjadi Pembantaian oleh orang-orang
Kristen terhadap 3 sampai 5 ribu lebih umat Islam di
Maluku.
Di Maluku, Tanpa pernah diduga sebelumnya orang-orang
Kristen tega menyerbu habis-habisan umat Islam yang
tak tahu apa-apa dan selama ini selalu berbaik sangka
pada mereka. Terlebih lagi mereka salibis-salibis haus
darah itu melakukan penikaman habis-habisan ketika
umat Islam sedang merayakan hari raya Idul Fitri.
Yang lebih menyakitkan lagi adalah disaat mereka
sedang asyik melakukan pembersihan massal terhadap
umat Islam disana, sebagian kalangan Kristen yang
memang sejak dulu dikenal memiliki lobby-lobby yang
kuat justru melemparkan fitnah keji ke dunia
internasional, bahwa justru umat Kristen yang diserang
dan dibantai oleh orang-orang Islam. Untunglah,
bermacam metode pembuktian siapa yang benar dan siapa
yang bersalah di Maluku bisa diteliti dengan baik.
Karena dari penelitian dari sudut manapun sudah jelas,
bahwa orang-orang Kristenlah yang berkepentingan untuk
melakukan pembantaian terhadap umat Islam, karena
memang mereka merasa terdesak akibat alasan ekonomis
dsb. Silahkan baca beberapa link mengenai konflik
Maluku yang saya sertakan dibawah nanti. Apalagi
ditopang dengan dorongan nafsu keji gerakan separatis
RMS (Republik Maluku Selatan) yang telah berjuang
selama puluhan tahun untuk melepaskan diri dari NKRI.
Namun sayangnya perjuangan illegal mereka itu kurang
mendapat tanggapan positif dari umat Islam.
Sebagian besar umat Islam menentang gerakan mereka dan
tetap setia berlindung di bawah bendera NKRI. Hal ini
membuat RMS geram dan menghasut orang-orang Kristen di
Maluku untuk membunuhi umat Islam, atau setidaknya
bisa ditakut-takuti supaya mereka muslim-muslim
transmigran yang berasal dari Jawa, Sulawesi dsbnya
segera pulang ke daerah asalnya. Tujuan mereka
mengusir umat Islam untuk keluar dari sana adalah
supaya persentase umat Kristen di Maluku menjadi
meningkat dan Muslim menurun.
Harapan mereka apabila sewaktu-waktu perjuangan mereka
mengalami kemajuan dan berhasil memaksa pemerintah RI
untuk melakukan referendum, sebagian besar penduduk
Maluku akan memilih merdeka, menuruti keinginan RMS
karena penduduk muslim yang selama ini anti melepaskan
diri dari NKRI sudah dibunuhi atau diusir keluar dari
Maluku.
Dalam kerusuhan Ambon, target bunuh pertama
orang-orang Kristen itu adalah para ulama, lalu
orang-orang Arab, pemuka-pemuka Islam, yang keempat
barulah BBM (Buton, Bugis, Makasar). Ternyata setelah
‘BBM’ ini banyak yang mengungsi ke kampungnya,
ternyata orang-orang Kristen itu tetap memerangi
orang-orang Ambon yang Muslim. Ini terjadi di Pelauw.
BBM ternyata bukan sekedar Buton, Bugis, Makasar, tapi
lebih kepada “Bakar, Bunuh Muslim”! Itu pengertian BBM
sekarang ini, sebab hal tersebut terus saja berjalan
selama beberapa tahun lamanya.
Ujian yang dialami kaum Muslimin di Karang Tagepe
tidak kalah beratnya. Rumah dan kampung mereka habis
dibakar oleh orang-orang kafirin. Di sana, menurut
mereka, wanita-wanita Muslimah yang sedang hamil
dibedah perutnya. Lalu dikeluarkan janinnya, dan
dicincang-cincang. Anak-anak kecil yang lari ketakutan
dan berusaha menyelamatkan diri ditangkapi lalu
dilempar ke dalam api yang menyala. Jerit tangis
bocah-bocah mungil (anak-anak kecil) itu
sangat menyayat hati. Perlakuan iblis itu dilakukan
orang-orang Kristen di sana atas nama agamanya.
Gadis-gadis Muslimah diperkosa beramai-ramai.
Payudaranya ditoreh tanda salib dengan parang, lalu
dipotong. Setelah puas, barulah dibunuh. Banyak di
antara para Muslimah yang sudah syahid sebelum dibunuh
kaum kafirin. Rasa sakit yang tak terperikan
menghentikan detak jantungnya. Semoga Allah SWT
berkenan menerima mereka di syurga seperti
dijanjikanNya. Kejadian yang berlangsung di Rumah
Sakit Umum (RSU) di daerah Kudamati juga memilukan.
Karena terjadi penyerangan di hari pertama, banyak
orang Islam terluka. Mereka dibawa ke RSU di Kudamati.
Walau mereka tahu Kudamati merupakan basis Kristen,
namun mungkin disebabkan lebih dekat maka mereka ke
sana. Para penyerang itu diberitahu bahwa orang Islam
banyak yang dirawat di RSU tersebut.
Akhirnya orang-orang Kristen itu menyerang RSU.
KTP-KTP (kad pengenalan) pasien (pesakit) digeledah
untuk mengetahui pasien tersebut Islam atau non-Islam.
Jika si pasien Islam maka langsung dibantai. Ibu-ibu
hamil yang ada di rumah sakit itu pun banyak yang
hilang Mendengar kejadian tersebut, akhirnya banyak
orang yang berobat ke Rumah Sakit Bersalin (RSB) yang
ada di dalam kompleks Masjid Raya Al-Fatah. RSB
Al-Fatah beralih fungsi menjadi Rumah Sakit Umum.
Banyak lagi kekejaman-kekejaman yang dilakukan oleh
Kristen-Kristen biadab disana terhadap umat Islam.
Kaum Muslimin Buton, Bugis, dan Makasar yang pulang ke
daerahnya sesungguhnya hanya untuk mengantar anak dan
istrinya saja ke tempat tinggal yang aman. Setelah itu
mereka akan kembali semua ke Ambon bersama sanak
famili yang laki-laki. Mereka akan mempertahankan
Ambon sampai tetes darah terakhir. Mereka sudah
bertekad untuk jihad fi sabilillah.
Penyerangan orang-orang Kristen kepada umat Islam di
Ambon dan sekitarnya bukanlah tindakan kriminal murni.
Mereka melihat itu sebagai bagian dari perang sucinya.
Silahkan buka beberapa link mengenai konflik di Maluku:
Konflik Islam-Kristen di Maluku
http://www.geocities.com/r_kastor/Rustam-Isi.html
Damai Sekarang Atau Perang Berlanjut
http://media.isnet.org/ambon/Kastor/index.html
Sementara itu di Poso, Sulawesi Tengah,
Kristen-Kristen haus darah disana pun tidak mau kalah
dengan saudara sesama iblisnya di Maluku. Mereka
membantai seribu lebih umat Islam disana pada tahun
2000.
Bukannya berterima kasih karena selama ini umat
Kristen yang menjadi minoritas di kantong-kantong
Islam seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya,
Makassar dll telah dibiarkan untuk hidup dan bernafas
dengan nyaman oleh umat Islam, namun di daerah-daerah
terpencil dimana jumlah orang Kristen cukup signifikan
mereka justru dengan buasnya membantai umat Islam. Tak
terkecuali di Poso, telah seribu lebih umat Islam
dibunuh oleh orang-orang Kristen haus darah.
Tak peduli laki-laki, wanita maupun anak-anak,
siapapun yang beragama Islam disana dihabisi oleh
Pasukan Ninja bertuhankan Yesus Kristus itu. Sama
seperti ketika Salibis Kristen membantai umat Islam
tanpa pandang bulu ketika menaklukan Yerusalem tahun
1099, Kristen Poso pun sama saja, cuma menapaktilasi
pembantaian biadab, ciri khas agama Kristen itu. Para
gembong pelaku penyerangan itu sendiri seperti
Fabianus Tibo dan Dominggus Soares sudah mengakui
kejahatannya dan kini telah divonis mati, menunggu
dieksekusi.
Padahal di Poso populasi umat Kristen -sebelum
kerusuhan- hanya 25%, sedangkan umat Islam adalah
mayoritas, hampir 75%. Namun karena umat Islam selama
ini selalu berbaik sangka dan tidak pernah menduga
bahwa orang-orang Kristen akan menyerbu umat Islam
ketika mereka sedang lengah (tertidur lelap), maka
episode horror pembantaian yang disutradarai dan
dilakoni sendiri oleh Kristen-kristen ANJING BIADAB
HAUS DARAH Poso itu berlangsung sukses.
Ini merupakan pelajaran berharga bagi kita umat Islam.
Karena ternyata walaupun dengan hanya berjumlah 25%,
orang Kristen di Poso sudah berani melakukan
penyerangan dan pembantaian terhadap umat Islam yang
mayoritas. Di Jakarta kini kalau tidak salah populasi
Kristen berjumlah hampir 15%, sedangkan umat Islam
hampir 85%. Ini berarti orang Kristen hanya perlu
menambah beberapa persen lagi jumlah mereka di
Jakarta, sehingga ambisi mereka untuk mem-Poso-kan
Jakarta bisa segera kesampaian.
Saya perkirakan mereka masih harus menambah 10% lagi,
kalau sudah begitu barulah mereka PeDe/berani
membantai umat Islam disini. Tapi kalau mereka nekat
sich cukup menambah 5% lagi, sehingga jumlah Kristen
di Jakarta menjadi 20%, maka mereka sudah bisa
membantai umat Islam seperti yang telah mereka lakukan
di Poso.
Asalkan mereka telah mempersiapkan strategi
penyerangannya dengan jitu, seperti yang telah
dipraktekkan di Poso, maka bersiap-siaplah kita umat
Islam untuk LAGI-LAGI dibantai secara biadab oleh
orang Kristen walaupun kita di Jakarta ini adalah
mayoritas, sama seperti di Poso.
Perilaku tradisional orang Kristen dimanapun SEJAK
TAHUN JEBOT selalu saja sama, bantai-bantai-bantai!
Umat Islam dibantai, umat Yahudi disembelih, dan
umat-umat lainnya juga sudah banyak yang dibunuh oleh
orang-orang Kristen. Bahkan ratusan juta orang Kristen
sendiri pun mereka habisi.
Orang Kristen bisa menambah persentase jumlah mereka
di Jakarta dengan berbagai cara. Misalnya dengan
melakukan Kristenisasi secara paksa -yang memang sudah
biasa dilakukan-, atau mendatangkan, menyusupkan
secara pelan-pelan atau terang-terangan orang-orang
Kristen dari wilayah basis-basis Kristen di Indonesia
seperti Maluku, Papua, Kupang, Flores, Tapanuli,
Toraja, Manado dll.
Dengan mudahnya mereka pun bisa saja mendatangkan
kembali preman-preman Ambon yang dulu pernah bikin
rusuh di Ketapang dan telah diusir keluar dari Jakarta
tahun 1998. Setelah pulang dengan membawa dendam
terhadap umat Islam preman-preman itu pun melakukan
kerusuhan di Ambon dan membantai umat Islam disana
beberapa bulan kemudian.
Kalau Kristen sudah berhasil menambah sedikit saja
lagi populasinya di Jakarta sehingga persentase
jumlahnya menjadi setidaknya 25%, bersiaplah kita umat
Islam di kota Jakarta, ibukota kita yang tercinta ini
untuk “di-Poso-kan” oleh Kristen-Kristen BIADAB
HAUS DARAH yang selama ini telah kita biarkan hidup
dengan aman, nyaman, tentram disini. Waspadalah!
Waspadalah!!!
Muslim semakin lama semakin menjadi makhluk-makhluk tolol miskin, tertawaan kafir-kafir Yahudi, Nasrani, Hindu, Budha dan Shinto sedunia karena mengikuti risalah pedofil cabul bernama muhammad yang dibukukan dalam alquran dan alhadist.
BalasHapus