Menelusuri Jejak Evolusi Ajaran Kristen

Doktrin Trinitas, yang merupakan unsur dasar dalam dogma Kristen,
tidak ada dalam ajaran Kristen semasa hidup Yesus Kristus. Paling orang
dapat menyatakan bahwa doktrin tersebut mulai terbentuk sesudah
Penyaliban. Doktrin ini memakan waktu berabad-abad lamanya untuk
mencapai bentuk terakhimya yang terdefinisikan dengan baik, tetapi
tidak dapat dipahami. Doktrin ini melewati suatu proses panjang
perdebatan sangat sengit dan kontroversial di kalangan para theolog dan
pemikir Kristen yang berasal dari latar belakang agama, budaya dan
tradisi yang berbeda.

Doktrin ini sangat dipengaruhi oleh
mitologi/dongeng--dongeng dan tradisi-tradisi dari berbagai negeri yang
menerima Kristen pada masa-masa awalnya. Akan tetapi pangkal utama
ajaran Kristen, yang merawat dan memelihara perkembangan ajaran-ajaran
serta falsafah Kristen dalam peran pembentukkannya pada masa awal,
adalah bangsa Yahudi. Pengaruh Yahudi tetap sangat dominan selama babak
permulaan sejarah Kristen. Murid-murid Yesus, yang telah mempelajari
dan memahami Kristen langsung dari Yesus dan menyaksikannya dalam
bentuk kehidupan Yesus sendiri, berasal dari bangsa itu. Mereka adalah
para penjaga utama ajaran Kristen dan memiliki akar-akar yang tertanam
mendalam pada tanah suci pengarahan-pengarahan Yesus serta pada cara
hidup (sunnah) beliau. Merekalah yang menyaksikan Penyaliban dan telah
melihat Yesus selamat dari upaya pembunuhan yang dilakukan terhadap
beliau.

[b]Para Pengikut Awal Yesus

Pada
dasarnya orang-orang Kristen awal terbagi baik berdasarkan pada kedua
keadaan alami Yesus, maupun berdasarkan pada mengikuti Syariat Musa
atau tidak. Dalam fase kedua perkembangan Kristen, Paulus menemukan
karakter yang paling penting dalam memberikan suatu falsafah dan
ideologi baru pada ajaran Kristen. Terdapat perbedaan pendapat mendasar
antara Paulus dan James the Righteous (James sang siddiq). Sementara
James menjaga Gereja Yerusalem, Paulus menyampaikan ajaran ke Barat,
khususnya kepada orang-orang yang bukan Yahudi. Gereja Barat berkembang
berdasarkan garis-garis doktrinasi Paulus, sedangkan Gereja Yerusalem
berkembang berdasarkan ajaran-ajaran ke-Esa-an Tuhan.

Salah satu
cabang aliran James adalah Ebion (Ebionite), sebuah sekte yang namanya
berasal dari kata Ibrani, ebionim yang berarti "penurut" atau
"miskin/sederhana." Mereka adalah orang-.orang Kristen Yahudi, yang
untuknya Yesus tampil dalam jubah Mesias dan bukan sebagai Anak Tuhan.
Mereka mengikuti Syariat Musa dengan ketaatan penuh, dan mereka
mempunyai Injil mereka sendiri yang dikenal dalam berbagai konteks
sebagai "Injil orang-orang Ibrani," "Injil orang-orang Ebion" atau
"Injil orang-orang Nazaret." Berikut ini sebuah gambaran tentang
orang-orang Ebion yang diambil dari berbagai sumber.

Dalam
bukunya "The History of the Church" yang ditulis pada abad ke-4 sesudah
Masehi di Caesaraea, Eusebius memaparkan tentang orang-orang Ebion
dalam Buku 3, Vespasian to Trajan. Dia mencemoohkan pandanganpandangan
mereka, dengan mengatakan bahwa nama mereka berasal dari pandangan
mereka yang sederhana dan polos tentang Yesus. Orang-orang Ebion
menganggap Yesus sebagai makhluk hidup [yang tidak abadi] dan
menjunjung beliau sebagai orang yang benar melalui perkembangan
karakter/sifat beliau. Sebagai orang Yahudi, mereka melaksanakan Sabat
dan segala rincian Hukum Syariat, serta tidak menerima pemikiran Paulus
tentang keselamatan melalui iman semata.

Eusebius juga berbicara
tentang sebuah kelompok lain dari orang-orang Ebion yang menerima
tentang melahirkan dalam keadaan perawan dan Ruhul Kudus, tetapi
menolak konsep bahwa Yesus itu sebelumnya merupakan "Tuhan [dalam
bentuk] Firman dan Kebijaksanaan." Mereka mengikuti sebuah "Injil
orang-orang Ibrani" yang kemungkinan merupakan Injil Matius. Mereka
melaksanakan Sabat dan sistim Yahudi, tetapi merayakan kebangkitan
(resurrection).1

R.Eisenman dan M.Wise ketika memaparkan latar
belakang orang-orang Ebion dalam buku mereka The Dead Sea Scrolls
Uncovered (1992) mengatakan bahwa James (the "Zaddik" atau "Zadok",
artinya: orang yang benar); merupakan pemimpin Gereja Yerusalem pada
pertengahan abad pertama (sekitar tahun 40-60 sesudah Masehi). Cabang
ini dahulu disebut agama Kristen Yahudi di Palestina. Kelompok Ebion
tumbuh dari gereja ini.2

Jemaat yang mengikuti James dikenal
sebagai "orangorang miskin" (Galatia 2:10, James 2:3-5) suatu sebutan
yang disinggung baik dalam Sermon on the Mount maupun dalam Dead Sea
Scrolls. Dalam banyak segi, Eisenman merasakan bahwa orang-orang Ebion
sama dengan para penulis Dead Sea Scrolls (Naskah-naskah Laut Mati).
Mereka menghormati James sang siddiq, dan percaya bahwa Yesus adalah
Mesias mereka yang merupakan makhluk tidak abadi (mortal), sedangkan
Paulus [bagi mereka] telah menjadi seorang yang murtad di hadapan
Syariat. Mereka menjalankan Syariat dan Sabat dengan penuh keitaatan.
Mereka menempatkan James pada kehormatan yang tertinggi, sedangkan
Paulus mereka anggap sebagai "musuh" (Matius 13:25-40). 3

Menurut Baigent, Leigh dan Lincoln dalam The Messianic Legacy, sumber ajaran-ajaran asli kelompok Ebion, Gnostik,

Manichean,
Sabian, Mandean, Nestorian dan Elkasit telah dipaparkan sebagai
falsafah Nazarene. Mereka menyebut pemikiran Nazarene sebagai:

"Suatu
orientasi terhadap Yesus dan ajaran-ajarannya yang terutama berasal
dari posisi asli orang-orang Nazaret, sebagaimana yang telah
disampaikan oleh Yesus sendiri, kemudian disebar-luaskan oleh James,
Juda atau Judas Thomas dan rombongan mereka yang terbentuk cepat.
Kepercayaan-kepercayaan mereka adalah:

1. ketaatan sepenuhnya pada Syariat Musa
2. pengakuan terhadap Yesus sebagai Almasih
3. kepercayaan terhadap kelahiran Yesus sebagai kelahiran manusia biasa
4. permusuhan terhadap pandangan-pandangan Paulus

Ada
sebuah koleksi manuskrip bahasa Arab tersimpan pada sebuah perpustakaan
di Istanbul yang memuat kutipan-kutipan dari sebuah teks abad kelima
atau keenam yang dianggap berasal dari al-nasara, tertulis dalam bahasa
Syiriak dan ditemukan di sebuah biara di Khuzistan, barat-daya Iran
dekat perbatasan Iraq. Manuskrip itu menggambarkan pandangan-pandangan
silsilah Nazarene yang melarikan diri dari Yerusalem sesudah
kehancurannya pada tahun 66 sesudah Masehi. Manuskrip itu menyebut
Yesus sebagai seorang manusia dan menekankan pada Syariat Yahudi. Para
pengikut Paulus "meninggalkan agama Kristus dan beralih kepada
doktrin-doktrin agama orang-orang Romawi."4

Dari ajaran berbagai
macam doktrin yang berkembang selama tahap-tahap pembentukan ajaran
Kristen, pilihan untuk diakui hanya pantas diberikan kepada orang-orang
yang percaya kepada ajaran-ajaran orang-orang Namret. Orang-orang
Kristen masa awal ini telah diajarkan makna Kristen oleh Yesus sendiri.

Peran Paulus

Jelas
bahwa Paulus dan sektenya tidak berasal dari situ. Pada kenyataannya,
sejak masa Paulus dan seterusnya, dengan berkembangnya agama Kristen ke
negeri-negeri asing dan ke dalam kepercayaan-kepercayaan penyembah
berhala (pagan) di Kerajaan Romawi, ajaran Kristen sangat dipengaruhi
dan dibengkokkan oleh budaya-budaya serta mitologi/dongeng-dongeng yang
umum di negeri-negeri itu dan semakin menyimpang jauh dari kemumiannya.
Paulus memainkan peranan dalam mempengaruhi kerusakan pemikiran Kristen
dengan cara memperkenalkan mistik/kebatinan dari dirinya sendiri. Dia
bukan berasal dari Bani lsrail dan tidak pula memiliki hubungan
langsung dengan Yesus, kecuali melalui rukya/kasyaf pengakuannya
sendiri. Dia saat itu tampaknya sudah sangat terpengaruh oleh
budaya-budaya asing.

Tampaknya terdapat dua pilihan bagi Paulus
saat itu, melakukan peperangan sengit terhadap sebuah dunia takhayul,
mitologi dan legenda yang sudah umum terdapat di negeri-negeri Kerajaan
Romawi sejak zaman dahulu, atau menyerah pada mereka dan membiarkan
Kristen mengalami perubahan sehingga sesuai bagi kebutuhan-kebutuhan
dan keinginan-keinginan mereka. Hal itu memberikan pesan kepada mereka
bahwa ajaran Kristen tidaklah berbeda secara mutlak dari
legenda-legenda dan mitologi-mitologi mereka. Paulus mendapati bahwa
penerapan pilihan kedua jauh lebih menguntungkan dan menyenangkan serta
membiarkan Kristen mengalami perubahan sesuai keinginan-keinginan dan
falsafah-falsafah yang populer di dunia non-Yahudi.

Strategi ini
berhasil dengan baik, misalnya dengan diperolehnya jumlah besar orang
yang menerima ajaran baru itu, yang kalau tidak dibuat demikian sulit
untuk memperolehnya. Namun, apa akibatnya? Sangat disayangkan, hal itu
hanya berakhir pada suatu kompetisi kotor antara nilai-nilai mulia
Kristen dengan mitologimitologi para penyembah berhala. Yang diubah
oleh Paulus hanyalah nama dewa-dewa para penyembah berhala dan
menggantikan-nya dengan Yesus, Tuhan Bapak dan Ruhul Kudus. Memang
bukan dia yang menemukan mitologi Trinitas dan memperkenalkannya pada
dunia para penyembah berhala dengan mengatas-namakan Kristen,
sebaliknya dia meminjam mitologi Trinitas dari mitologi para penyembah
berhala dan memasukkannya ke dalam Kristen. Sejak saat itu yang ada
ialah tetap penyembahan berhala lama, tetapi nama-namanya saja yang
baru dan wajahwajahnya baru.

Agama Kristen Paulus, dengan
demikian, tidak berhasil merubah doktrin-doktrin, mitologi-mitologi dan
takhayultakhayul dunia penyembah berhala, bahkan hanya berakhir dengan
merubah ajaran Kristen sesuai dengan semua itu. Jika gunung tidak
menanggapi panggilannya, maka dia memutuskan untuk pergi saja ke gunung
itu.

Kenyataan Yesus yang Sebenarnya

Memang
merupakan hak setiap orang untuk memilih antara Kristen Paulus dan
James sang siddiq serta para pemuka Kristen lainnya pada masa awal yang
merupakan murid-murid langsung Yesus Kristus. Namun, di sini kami ingin
menekankan bahwa golongan utama Kristen berlanjut mengalami
perkembangan di sepanjang garis-garis Tauhid/Keesaan dan tetap
menjauhkan diri dari perubahanperubahan baru yang melahirkan
dogma-dogma Kristen yang bertele-tele dan kacau seperti rangkaian tuhan
di mana Yesus sebagai Anak Tuhan, Trinitas, Dosa Warisan, Penebusan
Dosa, hidupnya Yesus kembali secara jasmani, dan sebagainya.
Pandangan-pandangan para pemuka Gereja masa awal–yang di antaranya
paling menonjol adalah James sang siddiq–sederhana dan jujur serta
tidak memiliki pertentangan atau paradoks internal yang bersembunyi di
balik kepulan asap misteri. Suatu penelaahan terhadap sejarah Tauhid
dalam ajaran Kristen menampilkan fakta yang tak terbantahkan bahwa
Keesaan Tuhan, yang tidak dicemari oleh slogan Trinitas, tetap
merupakan doktrin resmi Gereja Kristus sejati dalam kemurniannya yang
asli.

Harap diingat bahwa risalah ringkas ini bukanlah suatu
upaya untuk memindahkan orang-orang Kristen kepada keimanan lain
manapun di luar ajaran Kristus. Ini merupakan suatu upaya murni untuk
mengajak orang-orang Kristen kembali kepada keimanan dan kebiasaan
(sunnah) murni Yesus yang tidak tercemar. Ini merupakan upaya tulus
untuk mengembalikan kisah dongeng kepada kisah nyata ajaran Kristen –
yaitu kisah-kisah nyata yang sudah tentu sangat indah sebab sangat
realistik dan memuaskan akal serta kalbu sekaligus.

Selama
hampir dua ribu tahun, bukanlah legendalegenda yang dirakit di
sekeliling realitas Yesus Kristus yang telah membuat Kristen menyatu
dan menolongnya tetap bertahan hidup dari tantangan-tantangan
logika/akal dan tetap mengalami pencerahan di hadapan kemajuan sains,
dan tidak pula kebertahanannya itu disebabkan oleh kepercayaan mistik
Trinitas. Yang telah membuat kebenaran serta hakikat Kristen tetap utuh
adalah keindahan pribadi dan ajaranajaran Yesus Kristus. Yakni,
amal-perbuatan mulianya, bukan sosok tuhan pada diri Yesus, yang sangat
indah untuk dianut. Adalah penderitaan, ketabahan dan keteguhan demi
tujuantujuan mulia dan penolakan beliau yang tegas terhadap segenap
upaya aniaya untuk membuat beliau merubah ajaran-ajaran beliau itulah
yang merupakan tulang punggung sejati agama Kristen. Hal itu masih
tetap indah dan sangat patut dicintai seperti sediakala hingga saat
ini. Hal itu telah memberikan pengaruh besar pada pemikiran-pemikiran
dan kalbu-kalbu orang Kristen sehingga mereka tetap terpaut pada Yesus,
dan memilih untuk menutup mata mereka terhadap ketimpangan-ketimpangan
logika daripada memutuskan hubungan dari beliau.

Keagungan
beliau yang sebenarnya terletak pada fakta bahwa beliau telah berhasil
mengatasi dan telah menaklukkan kekuatan-kekuatan gelap yang
bersekongkol untuk mengalahkan beliau meskipun beliau seorang manusia
lemah dan tidak lebih dari seorang manusia. Kemenangan Yesus itu adalah
sesuatu yang [layak] dinikmati bersama dengan penuh kebanggaan oleh
anak keturunan Adam. Sebagaimana kami memandang hal itu dari sudut
pandang Muslim, beliau adalah seorang anak keturunan Adam yang sangat
mulia. Beliau telah mengajarkan peri kemanusiaan melalui suri tauladan
beliau yang teguh dalam menghadapi penderitaan dan keperihan yang
sangat berat. Tidak untuk takluk, melainkan untuk tetap teguh dalam
cobaan beratlah yang merupakan keberhasilan Yesus yang paling mulia.
Hidupnya yang penuh penderitaan dan keperihan itulah yang telah
menyelamatkan umat manusia dan membuat beliau berhasil menaklukkan
kematian. Jika beliau secara suka-rela telah menerima kematian, hal itu
sama saja seperti suatu upaya untuk melarikan diri dari penderitaan
beliau.

Bagaimana mungkin orang dapat menganggap hal itu sebagai
suatu sikap berani? Bahkan sikap orang-orang yang melakukan bunuh diri,
di bawah tekanan yang sangat besar, dianggap sebagai suatu perbuatan
pengecut semata. Menghadapi penderitaan dalam hidup adalah jauh lebih
baik dari menghindari penderitaan melalui kematian. Oleh karena itu,
konsep pengorbanan tertinggi Yesus dengan cara menerima kematian demi
umat manusia, adalah suatu ungkapan perasaan dangkal yang tidak
memiliki dasar.

Kebesaran Yesus, sekali lagi kami tekankan,
terletak pada pengorbanan tertinggi beliau selama masa hidup beliau.
Seluruh hidupnya, beliau melawan godaan-godaan yang mengajak untuk
menyerah dan menukar suatu kehidupan penuh penderitaan dengan kehidupan
nyaman dan tenteram. Siang malam beliau menghadapi kematian tetapi
menolak menyerah, dan hidup demi orang-orang yang berdosa untuk membawa
mereka hidup kembali. Beliau telah menaklukkan kematian tidak dengan
cara menyerahkan diri beliau pada kematian, tetapi dengan cara menolak
tunduk kepada kematian itu. Beliau telah mengalahkan kematian itu
sepenuhnya dan telah berhasil keluar dari cengkeramannya, yang mana
seorang manusia lemah akan hancur [bila mengalaminya]. Demikianlah
beliau telah membuktikan kebenaran beliau dan kebenaran kata-kata
beliau tanpa ragu sedikit pun. Seperti itulah kami melihat Yesus dan
itulah sebabnya kami mencintai beliau. Suara beliau adalah suara Tuhan
dan bukan suara ambisi beliau sendiri. Beliau telah mengucapkan apa-apa
yang telah diperintahkan kepada beliau, tidak kurang dan tidak lebih
dari apa yang telah Tuhan perintahkan kepada beliau untuk dikatakan.
Beliau menyembah Tuhan sepanjang hidup beliau dan hanya Dia semata yang
beliau sembah, serta tidak pemah beliau meminta makhluk apa pun agar
bersujud di hadapan beliau atau di hadapan ibu beliau atau Ruhul Kudus.
Inilah fakta kenyataan Yesus, yang ke arahnyalah kami mengimbau
orang-orang Kristen dari berbagai sekte dan aliran untuk kembali.


Kesinambungan Agama

Kami
percaya pada kesinambungan dan keuniversalan agama-agama. Itulah
sebabnya Islam memberikan penekanan-penekanan demikian pada lembaga
Kenabian sebagai suatu fenomena universal, yang berarti bahwa para nabi
harus diterima secara keseluruhan. Penolakan terhadap satu orang saja
dari seluruh nabi itu berarti penolakan terhadap semuanya, sebab pada
kenyataannya seseorang tunduk kepada para nabi hanya dalam pandangan
bahwa para nabi itu berasal dari satu sumber yang sama. Dalam konteks
ini, istilah "kesinambungan" (continuity) hendaknya dipahami sebagai
sesuatu yang mirip tetapi tidak sepenuhnya sama seperti evolusi
kehidupan. Kami percaya pada perkembangan risalah (ajaran agama), maju
secara bertahap bersama kemajuan umum manusia dalam segala sisi
aktifitas manusia. Tampak bahwa agama-agama yang diwahyukan terdahulu,
kendatipun memiliki dasar ajaran yang sama, mencakup rincian perintah
yang wilayahnya relatif lebih kecil. Artinya, sejumlah kecil perintah
dan larangan. Kemudian secara bertahap berkembang menjadi perintah dan
larangan dalam jumlah yang lebih besar mencakupi kawasan yang lebih
luas pada aktifitas manusia. Juga tampak bahwa agama-agama pada
peradaban

peradaban kuno diperuntukkan bagi sasaran yang relatif
lebih kecil pada suku-suku atau kaum-kaum atau kawasankawasan tertentu.
Ajaran agama-agama itu terbatas pada kebutuhan-kebutuhan zaman itu.
Agama-agama itu lebih tepat disebut sebagai agama-agama suku, kaum,
atau bangsa. Kasus Bani Israil dan ajaran-ajaran Yahudi merupakan suatu
ilustrasi yang cocok untuk membuktikan hal ini.

Dengan demikian, kecenderungan arah perkembangan sejarah bisa diringkas dalam dua rentetan:

[/b]

Perluasan progresif dan penyempurnaan komparatif ajaran-ajaran.
Peralihan progresif dari golongan-golongan agama yang lebih kecil kepada yang lebih besar.
Kesinambungan
itu tidak berarti bahwa agama yang telah di wahyukan kepada Adam secara
berkesinambungan ditujukan kepada umat manusia dan secara bertahap
telah mengalami suatu perubahan progresif yang bertahap, memperluas
wilayah hukum dan perintahnya. Yang dimaksudkan adalah, di
belahan-belahan dunia yang berbeda, di mana telah berakar dan
berkembang peradabanperadaban yang berbeda, wahyu-wahyu Ilahi telah
melahirkan agama-agama tertentu yang berkaitan dengan
perkembangan-perkembangan sosial manusia di kawasankawasan dunia
tersebut. Seluruh agama itu, mengalami perkembangan ke arah yang sama
secara umum.


[b]Puncak Perkembangan Agama-Agama

Dari
segenap golongan/kelompok agama yang ada, kami percaya bahwa satu yang
berada di timur tengah telah dipelihara dan dibudidayakan untuk
melahirkan agamaagama besar tertentu yang akan berperan sebagai haluan
utama dalam evolusi agama-agama di dunia. Hal ini sangat nyata terbukti
dari suatu penelaahan sejarah agama. Agama Yahudi diikuti oleh Kristen,
dan diikuti oleh Islam, dengan jelas mengisyaratkan pada arah evolusi
ajaran-ajaran agama. Di antara agama-agama ini, perkembangan
ajaran-ajaran dapat dengan mudah ditelusuri ke belakang dan ke depan,
serta tampak sangat terkait satu sama lain. Oleh karena itu sangat
penting untuk memahami rencana agung ini, yang bermuara dan benar-benar
bermuara pada penyempurnaan ajaran-ajaran tersebut dalam bentuk sebuah
agama universal, yaitu Islam.

Dalam konteks ini, terletak pada
kepentingan orang-orang Yahudi untuk secara sungguh-sungguh dan tanpa
prasangka memahami pentingnya Yesus Kristus. Dengan gagalnya mereka
mengenali Yesus, kasus orang-orang Yahudi itu menjadi sama seibarat
sekian banyak spesies hewan yang terkubur jauh dalam sejarah evolusi,
yang tidak lagi memainkan peranan vital dalam perkembangan pohon
kehidupan di sekitar puncaknya. Dengan demikian, agama Yahudi hanya
tinggal sebagai suatu sisa sejarah, tetapi tetap berlanjut
mempertahankan hidup dalam kawasan keberadaannya yang sempit.

Begitu
pula kasus orang-orang Kristen adalah sama seperti orang-orang Yahudi,
hanya saja mereka selangkah lebih maju dari orang-orang Yahudi, lebih
dekat pada Islam dari segi urutan. Yang paling penting adalah,
penyimpanganpenyimpangan dari jalan yang ditempuh Yesus Kristus ke
suatu jalan kemerosotan yang telah dirancang bagi mereka oleh Paulus,
telah membawa mereka lebih menjauh dari Islam dibandingkan Yahudi. Umat
Yahudi, setelah lebih dari empat ribu tahun keberadaan mereka, paling
tidak telah mempelajari ajaran Keesaan (Tauhid) yang vital bagi
kehidupan ruhaniah agama mana pun. Namun, di samping kedekatan terhadap
Islam dalam doktrin-doktrin dasar ini, terdapat sejumlah besar
faktor-faktor lain yang membuat orang-orang Yahudi ini lebih keras
menolak menerima Islam.

Penelaahan ini membuat saya percaya
bahwa kalau orang-orang Yahudi tidak menimbulkan kerangka pikiran dan
sikap yang merupakan suatu syarat untuk memahami Kristus, meskipun
mereka memiliki doktrin-doktrin yang sama, mereka akan tetap terpisah
lebih jauh dari Islam dibandingkan orang-orang Kristen. Mereka telah
kehilangan suatu mata-rantai sangat vital, yakni Yesus Kristus, antara
mereka dan kedatangan Nabi Muhammad saw.. Pengingkaran mereka terhadap
kebenaran ini telah membuat mereka jadi keras sedemikian rupa sehingga
mereka secara mental tidak siap untuk menerima pesan baru. Mereka tetap
saja masih menunggu Kristus, sementara Kristus telah datang dan pergi.
Satu kali mereka gagal mengenali beliau, mereka tidak jauh berbeda
dalam mengenali beliau kembali pada kedatangan beliau yang kedua.
Tampaknya mereka telah ditakdirkan untuk menunggu secara abadi Kristus
versi impian mereka.

Adalah Kristus yang bertugas mempersiapkan
jalan bagi agama berikutnya yang lebih tinggi, yakni Islam. Pemyataan
ini hendaknya tidak ditanggapi terlalu kaku. Kami tidak menyatakan
bahwa orang-orang Yahudi harus terlebih dahulu menerima Kristen dan
kemudian mengambil langkah berikutnya masuk Islam. Suatu panorama
manifestasimanifestasi keagamaan menjadi terlalu naif ketika itu
terjadi. Yang kami coba paparkan adalah, suatu umat yang telah menolak
seorang nabi atau seorang rasul, yang bukan seorang nabi biasa
melainkan yang memainkan suatu peran sangat penting dalam pelatihan
mental dan ruhani umat tersebut, mereka lakukan demikian hanya jika
mereka dalam kondisi sakit secara ruhani maupun mental. Jika penyakit
telah diobati dan sikap tercela terhadap kebenaran telah diperbaiki,
maka mereka tampaknya akan mengikuti seorang nabi yang telah
ditempatkan pada jalur yang telah hilang bagi mereka.

Sejauh
yang berkaitan dengan sikap orang-orang Kristen, mereka hanya dapat
digiring kepada kebenaran Nabi Muhammad jika mereka kembali kepada
kebenaran dan realita Yesus Kristus. Beliau tidak hanya merupakan jalan
menuju Tuhan, tetapi juga, sebagaimana segenap nabi lainnya, merupakan
jalan yang membawa kepada nabi yang telah ditakdirkan datang sesudah
beliau.

Yesus hanyalah mata-rantai tengah dalam kiasan kebun
anggur. Perwakilan sempuma Tuhan masih akan datang. Oleh sebab itu,
jika umat Kristen tidak kembali dari sosok Yesus Kristus yang keliru,
khayalan, dan berbau dongeng itu lalu menuju kepada kenyataan junjungan
suci mereka yang lebih agung dan mulia, maka mereka tidak dapat
diarahkan ke jalan yang telah mengaitkan Yesus Kristus dengan Nabi
Muhammad s.a.w.

Nabi Muhammad adalah suatu realita dan bukan
sebuah kisah dongeng, dan hanya realita lah yang dapat menghubungkan
realita-realita lainnya. Oleh sebab itu, fakta Kristus lah – bukan
kisah dongeng yang ke dalamnya beliau telah dimasukkan – yang akan
memberkati umat Kristen untuk mengenali kebenaran Nabi Muhammad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar