Analisis Silsilah Yesus

Misionaris Kristen terkenal paling jago berkata bohong dan memutarbalikkan perkataan. Di bawah ini adalah beberapa klaim bohong Kristen mengenai silsilah Yesus:

1. Tidak ada kontradiksi antara Injil Matius dan Injil Lukas dalam menceritakan silsilah Yesus.
2. Silsilah versi Injil Matius adalah milik Yusuf, sedangkan silsilah versi Injil Lukas adalah milik Maria.
3. Talmud kitab Hagigah 2:4 dan Hagigah 77:4 mencatat bahwa Maria anak perempuan Eli.
Melalui artikel inilah saya akan membantah klaim bohong Kristen tsb berdasarkan bukti dan fakta tak terbantahkan. Anda adalah penilai atau hakim dalam artikel ini. Siapa yang berbohong dan siapa yang benar!

Penipuan Kristen: Maria adalah Anak Eli berdasarkan Kitab Hagigah 2:4
Untuk memperkuat bukti bahwa Maria anak perempuan Eli, misionaris Kristen menyampaikan bukti “kuat” dibawah ini:
Silsilah yang disajikan oleh Lukas merunut garis keturunan Yesus melalui kaum pria dalam garis keturunan Maria (yang juga dari keturunan Daud). Lukas menekankan bahwa Yesus adalah anak kandung Maria sehingga menjadi sama seperti kita. Dengan demikian para penulis kitab Injil menegaskan bahwa Yesus berhak menjadi Mesias baik secara hukum maupun secara biologis
Menurut Talmud Yerusalem yaitu Kitab Hagigah 2:4, Maria adalah anak perempuan Eli, sesuai dengan ayat di bawah ini:
* Lukas 3:23-24,
“Ketika Yesus memulai pekerjaan-Nya, Ia berumur kira-kira tiga puluh tahun dan menurut anggapan orang, Ia adalah anak Yusuf, anak Eli, anak Matat, anak Lewi, anak Malkhi, anak Yanai, anak Yusuf.”
Sumber:
-BP, http://sarapanpagi.org/kontradiksi-perjanjian-baru-vt543.html
Komentar
Inilah kebohongan misionaris Pagan Trinitarian. Nampaknya kedustaan Kristen tsb sudah tersosialisasi dengan baik, dimana kita dapat dengan mudah menemukan pernyataan seperti itu di banyak website Kristen.
Perhatikan Kebohongan Kristen dibawah ini:
“The Jerusalem Talmud recognised this genealogy to be that of Miriam and not of Joseph. It refers to Miriam as the daughter of Heli in Hagigah 2:4.” http://english.logon.org/english/s/p119.html
“The absence of Mary’s name is quite in keeping with the Jewish practices on genealogies. The Jerusalem Talmud recognized this genealogy to be that of Mary and not Joseph and refers to Mary as the daughter of Heli (Hagigah 2:4).” http://www.matsati.com/genealogy.html
“Furthermore, although many translations of Luke 3:23 read: “…being supposedly the son of Joseph, the son of Eli…,” because of the missing Greek definite article before the name of Joseph, that same verse could be translated as follows: “Being the son (as was supposed) of Joseph the son of Heli…”.1 In other words, the final parenthesis could be expanded so that the verse reads that although Y’shua was “supposed” or assumed to be the descendant of Joseph, he was really the descendant of Heli. Heli was the father of Miriam. The absence of Miriam’s name is quite in keeping with the Jewish practices on genealogies. The Jerusalem Talmud recognized this genealogy to be that of Miriam and not Joseph and refers to Miriam as the daughter of Heli (Hagigah 2:4).” http://jewsforjesus.org/publications/issues/5_6/genealogy
“Was Jacob (Matthew 1:16) or Heli (Luke 3:23) the father of Joseph and husband of Mary? (Category: misunderstood the Hebrew usage) The answer to this is simple but requires some explanation. Most scholars today agree that Matthew gives the genealogy of Joseph and Luke gives that of Mary, making Jacob the father of Joseph and Heli the father of Mary. This is shown by the two narrations of the virgin birth. Matthew 1:18-25 tells the story only from Joseph’s perspective, while Luke 1:26-56 is told wholly from Mary’s point of view. A logical question to ask is why Joseph is mentioned in both genealogies? The answer is again simple. Luke follows strict Hebrew tradition in mentioning only males. Therefore, in this case, Mary is designated by her husband’s name. This reasoning is clearly supported by two lines of evidence. In the first, every name in the Greek text of Luke’s genealogy, with the one exception of Joseph, is preceded by the definite article (e.g. ‘the’ Heli, ‘the’ Matthat). Although not obvious in English translations, this would strike anyone reading the Greek, who would realize that it was tracing the line of Joseph’s wife, even though his name was used. The second line of evidence is the Jerusalem Talmud, a Jewish source. This recognizes the genealogy to be that of Mary, referring to her as the daughter of Heli (Hagigah 2:4)”. (Fruchtenbaum 1993:10-13) http://debate.org.uk/topics/apolog/contrads.htm
Note:
Hagigah dapat ditulis Chagigah, Khagigah, Hagiga, Khagiga, atau Chagiga.
Daripada kita menggantungkan diri kepada gerombolan penipu yaitu kaum Pagan Trinitarian, mengapa kita tidak melihat secara langsung Talmud kitab Hagigah 2:4. Sekarang silahkan Anda membuka website kitab Talmud Hagigah Bab 2 dibawah ini:
- http://www.jewishvirtuallibrary.org/jsource/Talmud/hagiga2.html
- http://www.sacred-texts.com/jud/t03/hgg03.htm
Dibawah ini saya salin kembali Kitab Hagigah 2:4.
“In the case of Pentecost, which falls upon the eve of a Sabbath, the House of Shammai say: The day for sacrificing is after the Sabbath. But the House of Hillel say: There is no day for sacrificing after the Sabbath. Both, however, admit that if it fall upon a Sabbath the day for sacrificing is the day after the Sabbath. And on that day (which is called the day of sacrificing) a high-priest is not to clothe himself in his costly garments, unless in case of a mourning or of a fast. The prohibition was in order not to confirm the words of those who say, Pentecost is after the Sabbath (only).” (Mishna Hagigah 2:4)
Sekarang, apakah Anda dapat menemukan kata “MARY” atau “MIRIAM” di Talmud kitab Mishna Hagigah 2:4 diatas? Dapatkah Anda menemukan kalimat “Mary is daughter of Heli” pada Talmud Hagigah 2:4 diatas?
Note:
Bila Anda ingin mengetahui siapa House of Shammai dan House of Hillel, silahkan baca Ensiklopedia Yahudi online di sini
Masihkan Anda meyakini this perverted nonsense religion, Christianity.

Penipuan Kristen: Maria adalah Anak Eli berdasarkan Kitab Hagigah 77:4

Selain penipuan atas nama kitab Hagigah 2:4, Kristen juga memamerkan penipuan lainnya yang saya kutip dibawah ini.
Secara hukum Yahudi — bukan secara darah-daging — Yusuf adalah ayah dari Yesus Kristus. Ayat di atas pun tidak menulis bahwa Yusuf “memperanakkan” Yesus, tetapi menekankan bahwa Maria yang melahirkan Yesus Kristus.
* Lukas 3:23
“Ketika Yesus memulai pekerjaan-Nya, Ia berumur kira-kira tiga puluh tahun dan menurut anggapan orang, Ia adalah anak Yusuf, anak Eli,”
Nama Eli tidak muncul dalam silsilah Matius karena Eli bukanlah ayah Yusuf melainkan mertua. Eli adalah ayah Maria dan hal ini dicatat dalam kitab Agama Yahudi Misyna Khagigah 77:4. Kalangan Yahudi menanti kedatangan Sang Mesias dari keturunan Daud sehingga silsilah baik Yusuf (dari keturunan Salomo) dan Maria (dari keturunan Natan) tidak luput dari pengamatan mereka.
.(BP, op.cit.)
Note:
Pada tanggal 22 September 2007, saya tidak lagi menemukan kalimat tsb di http://sarapanpagi.org/kontradiksi-perjanjian-baru-vt543.html . BP (Forum Kristen sarapanpagi) telah menghapus kalimat tsb, karena nyata-nyata sangat mempermalukan dirinya. Forum Kristen tsb tidak ingin para pembacanya mengetahui kebohongan yang dahulu sengaja mereka ciptakan!

Komentar

Klaim bohong Kristen tsb karena mereka merujuk sebuah buku ngawur berjudul “Horae Hebraicae” karangan John Lightfoot 400 tahun silam. Apakah “ELI” adalah berasal dari terjemahan “LYBSLYM” dalam bahasa Ibrani
Kita lihat dahulu The Talmud of the Land of Israel Vol. 20: “Hagigah and Moed Qatan.” Tr. Jacob Neusner. University of Chicago Press, 1986 Passage: “L.”:
“R. Eliezer bar Yos’e said that he saw Miriam, the daughter of ‘LYBSLYM[Jastrow—the leeklike sprouts of onions], hanging the nipples of her breasts. R. Yost b. Hanina said, “The pin of the gate of Gehenna was fastened to her ear.”
Note:
- Bahasa Ibrani aslinya tidak mengenal huruf vokal. ‘LYBSLYM adalah delapan huruf konsonan bahasa Ibrani.
Eli atau Heli jika diconvert kedalam bahasa Ibrani adalah ‘eLiY. ‘eLiY hanya terbentuk dari tiga huruf bahasa Ibrani yaitu ‘-L-Y. Jadi klaim Kristen bahwa Hagigah 77:4 atau Hagigah 77:d yang menyatakan LYBSLYM sebagai ‘LY (Eli) adalah sangat tidak tepat!
Dr. David Kraemer menafsirkan “LYBSLYM” sebagai “alei betzalim” atau “alei betsalim”, yang artinya adalah “leaves of onions” dalam bahasa Inggris. Selain itu, banyak sarjana yang meyakini bahwa Mary atau Miriam yang diceritakan dalam Hagigah 77:4 bukan Maria ibunda Yesus. (source)
Jika Anda penasaran bagaimana asal mula atau duduk perkara dari penipuan umat Kristen yang kini telah tersosialisasi dengan baik oleh para antek Trinitarian tak tahu malu, silahkan baca website dibawah ini:
http://frontline-apologetics.com/QA8_talmud_mary.htmrecommended
atau di Benarkah Maria Anak Eli dalam Talmud kitab Hagigah 77:4
Ternyata Bukan Pandangan Kristen Abad Pertama, Tetapi Abad 15
“Nevertheless, the genealogy does not actually mention Mary: making it her genealogy is therefore a “daring” interpretation. More problematically, the Early Christians preserve no tradition identifying Luke’s genealogy as Mary’s. It was not until the 15th century AD, when Annius of Viterbo first suggested this reassignment of the genealogy to Mary.” (Wikipedia, Genealogy of Jesus, online source)
(Tetapi, silsilah sebenarnya tidak menyebutkan Maria: pembuatan ini adalah silsilah Maria adalah sebuah interpretasi “nekad”. Lebih problematis lagi, orang Kristen generasi awal tidak mengenal tradisi bahwa silsilah versi Lukas sebagai milik Maria. Klaim ini tidak ada sampai dengan abad 15 M, ketika Annius of Viterbo pertama kali menyarankan pengalihan silsilah kepada Maria.)
“According to Patrizi, the view that St. Luke gives the genealogy of Mary began to be advocated only towards the end of the fifteenth century by Annius of Viterbo, and acquired adherents in the sixteenth. St. Hilary mentions the opinion as adopted by many, but he himself rejects it” (Catholic Encyclopedia, Genealogy of Christ, online source)
(Menurut Patrizi, pandangan bahwa St. Lukas memberikan silsilah Maria mulai diadvokasi hanya pada akhir abad ke 15 oleh Annius dari Viterbo, dan memperoleh pengikut di abad ke 16. St. Hillary menyebut opini ini karena diadopsi oleh banyak orang, tetapi ia sendiri menolak opini ini.)
Alhamdulillah misteri kebohongan dan penipuan Kristen akhirnya terbongkar. Kini, kita dapat menyimpulkan bahwa apology Kristen yang mengalamatkan Injil Lukas sebagai silsilah untuk Maria adalah baru terjadi di abad ke 15. Lalu bagaimana silsilah Yesus menurut tradisi atau pandangan umat Kristen generasi awal, simak dibawah ini.

Injil Lukas Dalam Pandangan Umat Kristen Generasi Awal




Catatan Tradisi Kristen Generasi Awal benar-benar kompleks karena mencakup tradisi Yahudi Levirate marriage. Augustine mempelajari tradisi ini dari Julius Africanus dan menerima tradisi ini sebagai authoritative. (Eusebius dari Caesaria, Church History 1:7, 6:31; Augustine dari Hippo, De Consensu Evangelistarum 2.)
  • Tradisi orang Kristen mengidentifikasi seorang wanita bernama Estha sebagai nenek dari Yusuf. Estha menikah dengan Matan, keturunan Salomo (Sulaiman) bin Daud, dan menjadi ibu dari Yakub.
  • Tetapi setelah Matan mati, Estha menikah lagi dengan Matat, keturunan Natan bin Daud, dan menjadi ibu dari Eli.
  • Jadi, Yakub dan Eli adalah saudara tiri yang memiliki ibu kandung yang sama.
  • Eli menikah, tetapi mati tanpa mempunyai anak, jadi jandanya memikul tanggung jawab terhadap tradisi kuno levirate marriage, dan menikah dengan Yakub sehingga memperoleh anak bernama Yusuf.
  • Jadi, Yusuf adalah anak biologis dari Yakub keturunan Salomo bin Daud maupun anak legal dari Eli keturunan Natan bin Daud. Jadi ada dua silsilah yang diabadikan.
  • Meskipun secara legal adalah anak Eli, Yusuf dan ibunya tetap berada dalam keluarga Yakub, menurut tradisi, dan Yusuf secara legal mendapat waris dari Yakub.
Lihat: http://en.wikipedia.org/wiki/Genealogy_of_Jesus
**Jadi tradisi umat Kristen generasi awal memandang bahwa silsilah Yesus versi Injil Lukas adalah berdasarkan silsilah Yusuf, bukan Maria. Bahwa orang-orang Kristen memberitahu kita silsilah Lukas secara tradisi adalah milik Maria adalah kebohongan yang nyata dipihak agama Kristen. Yang sangat disayangkan adalah bahwa kebohongan Kristen ini sudah tersosialiasi dengan baik, sehingga kita sebagai muslim harus mensosialisasikan kebenaran yang sesungguhnya mengenai pandangan umat Kristen generasi awal dalam hal silsilah Yesus versi Injil Lukas.

Pandangan Injil-injil Apokrip

Injil-injil apokrip (yang ditolak oleh Gereja Katholik) seperti Injil Kelahiran Maria (the Gospel of Nativity of Mary) dan Injil James (The Gospel of James atau the Infancy Gospel of James) mengatakan bahwa ayah kandung Maria adalah Joachim (Ioacim) dan ibu kandung Maria adalah Anna (Anne).
Dibawah ini adalah website Injil Kelahiran Maria dan Injil James:
- http://www.earlychristianwritings.com/text/infancyjames-mrjames.html
- http://www.theworkofgod.org/Library/catholic/nativity_of_mary.htm

Orang Tua Maria menurut Al-Qur’an

QS Ali ‘Imran
35. ketika isteri ‘Imran berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
36. Maka tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada setan yang terkutuk.”
37. Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?” Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah.” Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.
**Jadi orang tua Maryam yang benar adalah Imran.

Kontradiksi Silsilah Yesus

Setelah kita berhasil membongkar jaringan penipuan agama Kristen yang telah terorganisir dan tersosialisasi dengan baik, sekarang saya akan mengajak anda untuk menganalisis Silsilah Yesus secara kritis.




Ruth 4:18-22 1 Tawarikh 3 Matius 1 Lukas 3


Abraham Abraham


Ishak Ishak


Yakub Yakub


Yehuda Yehuda
Peres
Peres Peres
Hezron
Hezron Hezron
Ram
Ram Arni (Ram)



Admin
Aminadab
Aminadab Aminadab
Nahason
Nahason Nahason
Salmon
Salmon Salmon
Boas
Boas Boas
Obed
Obed Obed
Isai
Isai Isai
Daud Daud Daud Daud

Salomo Salomo Natan

Rehabeam Rehabeam Matata

Abia Abia Mina

Asa Asa Melea

Yosafat Yosafat Elyakim

Yoram Yoram Yonam

Ahazia Uzia Yusuf

Yoas
Yehuda

Amazia
Simeon

Azarya
Lewi

Yotam Yotam Matat

Ahas Ahas Yorim

Hizkia Hizkia Eliezer

Manasye Manasye Yesua

Amon Amon Er

Yosia Yosia Elmadam

Yoyakim
Kosam

Yekhonya Yekhonya Adi



Malkhi



Neri

Pedaya Sealtiel Sealtiel

Zerubabel Zerubabel Zerubabel


Abihud Resa


Elyakim Yohanan


Azor Yoda


Zadok Yosekh


Akhim Simei


Eliud Matica


Eleazer Maat



Nagai



Hesli



Nahum



Amos



Matica



Yusuf



Yanai



Malkhi



Lewi


Matan Matat


Yakub Eli


Yusuf Yusuf


Yesus Yesus


Note:
- Arni adalah Aram dalam Septuaginta. Jadi Arni adalah Ram.
- Yekhonya (Jeconiah) mempunyai nama lain yaitu Yoyakhin (Jehoiachin), Konya (Coniah).

Kontradiksi 1

  • Matius 1:11 Yosia memperanakkan Yekhonya pada waktu peristiwa Pembuangan ke Babylonia oleh Raja Nebukadnezar; kontradiksi dengan;
  • 2 Raja-raja 23:29-37 s.d 24:1-14 Yosia tewas ditangan Fir’aun ketika 11,5 tahun sebelum Peristiwa Pembuangan ke Babylonia. Mayat Yosia akhirnya dikubur di Yerusalem.
Note:
Hitungan 11,5 tahun berasal dari penjumlahan masa pemerintahan raja-raja pengganti Yosia hingga peristiwa Pembuangan Babylonia yaitu : 3 bulan masa pemerintahan Yoahas bin Yosia (2 Raja-raja 23:31) ditambah 11 tahun masa pemerintahan Yoyakim/Elyakim bin Yosia (2 Raja-raja 23:36) ditambah 3 bulan masa pemerintahan Yoyakhin bin Yoyakim bin Yosia (2 Raja-raja 24:8). Yoyakhin, cucu dari Yosia, inilah yang mengalami masa pembuangan ke Babylonia.
Jadi kontradiksi! Yosia tidak mungkin bisa memperanakkan Yekhonya di Babylonia, sebab ia sudah menjadi tengkorak selama 11,5 tahun lamanya di kuburan Yerusalem pada waktu bani Israel dibuang ke Babylonia.


jerusalem_babylonia
Seandainya umat Kristen bersikeras tidak memandang hal ini sebagai kontradiksi, artinya Anda hendak menyatakan bahwa tengkorak Yosia bangkit dari kuburannya di Yerusalem lalu berjalan lebih dari 1700 kilometer ke Babylonia untuk mengawini perempuan di Babylonia sehingga beroleh anak di Babylonia Atau jika tengkorak Yosia melewati daerah subur, yaitu dari Yerusalem ke Babylobia via Haran lalu menyusuri Sungai Eufrat maka mayat (tengkorak) Yosia perlu menempuh perjalanan sepanjang lebih dari 2400 kilometer untuk mengawini perempuan sehingga beroleh anak
Fakta Pendeta Kristen ngedit Injil
Ibarat tikus gereja yang lolos dari pengamatan kita, itulah perumpamaan yang pantas untuk Pendeta Kristen yang setelah mengetahui kebobrokan Injil Matius, mereka dengan secepat kilat mengedit Injil Matius, yang sebelumnya adalah..
“Yosia memperanakkan Yekhonya dan saudara-saudaranya pada waktu pembuangan ke Babel.” (Matius 7:11 Alkitab edisi TB online)
menjadi:
“…Yosia, Yekhonya dan saudara-saudaranya.” (Matius 1:7-11 Alkitab edisi BIS online)
“…Josiah, and Jehoiachin and his brothers.” (Matius 1:6-11 Alkitab edisi CEV online)
Perhatikan, mereka menghapus kalimat “pada waktu dibuang ke Babylonia/Babel”. Untuk mengelabui jemaat Gereja dan kritikus Bible, pendeta Kristen menggabungkan ayat 7-11 menjadi ayat 7 untuk Alkitab edisi BIS dan menggabungkan ayat 6-11 menjadi ayat 6 untuk Alkitab edisi CEV).
Mungkin pendeta Kristen berharap dengan merger beberapa ayat menjadi 1 ayat, para pembaca akan lengah mengetahui bahwa ada kalimat yang telah dihapus oleh Gereja.
TIPS:
Berikan argumentasi ini jika Anda menghadapi orang Kristen, karena bagaimana mungkin tengkorak bangkit dari kuburnya lalu berjalan ribuan kilometer hanya untuk kawin Jika mereka percaya bahwa memang demikian adanya, lalu mengapa pendeta Kristen mengedit Injil Matius Apakah ini adalah perintah dari Roh Kudus untuk segera mengedit Injil
Kontradiksi 2
  • Matius : Yosia memperanakkan Yekhonya.
  • Tawarikh : Yosia-Yoyakim-Yekhonya.
Yosia tidak mungkin bisa memperanakkan Yekhonya, sebab menurut kitab Tawarikh yang memperanakkan Yekhonya adalah Yoyakim bin Yosia.
Kontradiksi 3
Sejarah mencatat bahwa tahun 537 SM adalah saat dimana bani Israel yang mengalami masa pembuangan Babylonia diizinkan untuk kembali ke kampung halamannya di Palestina. Orang yang mengalami masa ini adalah Zerubabel, dan nama Zerubabel tercatat dalam silsilah Yesus.
“Zrubavel (Hebrew: זְרֻבָּבֶל‎, Zərubbāvel; traditional English: Zerubbabel; Greek: ζοροβαβελ, Zŏrobabel) was the grandson of Jehoiachin, penultimate King of Judah. Zerubbabel led the first band of Jews, numbering 42,360, who returned from the Babylonian Captivity in the first year of Cyrus, King of Persia” (http://en.wikipedia.org/wiki/Zerubbabel)
**Jadi Zerubabel adalah orang yang mengalami masa deportasi dari Babylonia ke Palestina di zaman Raja Cyrus.
“After the overthrow of Babylonia by the Persians, Cyrus gave the Jews permission to return to their native land (537 BCE)” http://en.wikipedia.org/wiki/Babylonian_captivity
**Jadi Zerubabel dideportasi tahun 537 SM.
Menurut Matius, antara Zerubabel dan Yesus terdapat 10 nama, sedangkan menurut Lukas, antara Zerubabel dan Yesus terdapat 19 nama.
Sungguh tidak logis bahwa dengan jarak 500-an tahun, ada 19 generasi, bandingkan dengan Matius yang hanya mencantumkan 10 nama generasi saja. Jadi menurut Lukas umur setiap generasi berkisar 25 tahun, sedangkan umur setiap generasi menurut Matius adalah sekitar 50 tahun. Dari sudut pandang logika umur setiap generasi, Matius adalah lebih logis daripada Lukas.
Kontradiksi 4
Dalam Kontradiksi 3 diatas saya memandang umur generasi dalam Silsilah Yesus adalah berdasarkan “usia hidup “. Lalu bagaimana jika umur generasi dalam Silsilah adalah berdasarkan “usia seseorang pertama kali mempunyai anak”, bukan “usia hidup”. Oke mari kita perhatikan dibawah ini.
Pertama, dalam Injil Matius terdapat 11 generasi dari Zerubabel hingga Yesus. Sekarang jika kita mengasumsikan umur setiap generasi pertama kali mempunyai anak adalah usia 30 tahun, ini akan menempatkan bahwa peristiwa deportasi bani Israel dari Babylonia ke Palestina terjadi pada tahun 334 SM. Perhitungan matematisnya adalah sbb:
# 30 X 11 = 330
# Asumsi Yesus lahir tahun 4 SM.
# (-4) – 330 = -334
Kedua, dalam Injil Lukas terdapat 20 generasi dari Zerubabel hingga Yesus. Jika kita asumsikan umur setiap generasi pertama kali mempunyai anak adalah usia 30 tahun, ini akan menempatkan bahwa peristiwa deportasi bani Israel terjadi pada tahun 604 SM
# 30 X 20 = 600
# Asumsi Yesus lahir tahun 4 SM.
# (-4) – 600 = -604
Ketiga, dalam Injil Matius terdapat 40 generasi dari Abraham hingga Yesus. Jika asumsi umur setiap orang pertama kali memiliki anak adalah usia 30 tahun, ini akan menempatkan Abraham hidup pada tahun 1174 SM. Perhatikan hitungan dibawah ini:
# 30 X 40 = 1200
# Asumsi Yesus lahir tahun 4 SM.
# (-4) – 1200 = – 1204
Keempat, dalam Injil Lukas terdapat 56 generasi dari Abraham hingga Yesus. Jika asumsi umur setiap orang pertama kali memiliki anak adalah usia 30 tahun, ini akan menempatkan Abraham hidup pada tahun 1684 SM.
# 30 X 56 = 1680
# Asumsi Yesus lahir tahun 4 SM.
# (-4) – 1680 = -1684
Mengapa saya berasumsi usia pertama kali memiliki anak adalah 30 tahun. Sebenarnya ini adalah serangan balik kepada ekstrimis Kristen yang menyatakan ketidaklogisan dalam silsilah Nabi Muhammad.
http://www.geocities.com/freethoughtmecca/genealogy.html
First of all, there are only 24 generations from Abraham to Muhammad, which is quite fantastic. Now, if we grant 30 years to each generation (i.e. make the generous assumption that each male fathered his respective son by age 30), this would place Abraham some time around 150 BCE. The math behind such a conclusion goes as follows:
* 30 X 24 = 720
* Muhammad was allegedly born 570 CE
* 570 – 720 = -150.

Jika mereka menilai logis atau tidaknya jumlah generasi dalam suatu silsilah berdasarkan asumsi bahwa seseorang pertama kali memiliki anak pada usia 30 tahun, mengapa saya tidak boleh menggunakan cara yang sama untuk menyerang balik mereka.
Nyatanya asumsi ini juga dipakai oleh antek Pagan Trinitarian dengan username “ali5196″ dalam forum Faithfreedom untuk menyerang Islam.
Kontradiksi 5
  • 1 Tawarikh 3:19-20 Zerubabel memperanakkan Mesulam, Hananya, Selomit, Hasuba, Ohel, Berekhya, Hasaja, Yusab-Hesed.
  • Matius menyatakan Zerubabel memperanakkan Abihud, padahal tidak ada nama Abihud dalam daftar yang diperanakkan oleh Zerubabel di kitab 1 Tawarikh 3:19-20.
  • Lukas menyatakan Resa anak Zerubabel, padahal tidak ada nama Resa dalam daftar anak maupun keturunan dari Zerubabel di kitab 1 Tawarikh 3:19-20.
Catatan:
Disini umat Kristen tidak bisa mengelak bahwa Matius dan Tawarikh saling menyangkal.
Matius mengatakan dalam bahasa Yunani: ζοροβαβελ (ZOROBABEL) δε (DE) εγεννησεν (GENNAO) τον (TOU) αβιουδ (ABIOUD)
Gennao artinya memperanakkan. Zerubabel memperanakkan Abihud artinya Zerubabel adalah ayah kandung dari Abihud. Pernyataan ini sama dengan Abraham memperanakkan Ishak artinya Abraham adalah ayah kandung dari Ishak, bukan Abraham nenek moyang dari Ishak.
Jadi, orang Kristen yang masih memiliki otak sehat, tidak bisa berkelit terhadap kata Yunani yang begitu jelas yaitu “GENNAO” (memperanakkan).
Kontradiksi 6
  • Ruth dan Matius menyatakan Ram memperanakkan Aminadab.
  • Lukas 3:33: Ram-Admin-Aminadab
Kontradiksi 7
  • Tawarikh 3:19 yang menyatakan Pedaya (yaitu saudaranya Sealtiel berdasarkan 1 Tawarikh 3:17-18) memperanakkan Zerubabel.
  • Matius 1:12, Lukas 3:27, Nehemia 12:1, Hagai 1:1 menyatakan Zerubabel memperanakkan Sealtiel.
Kontradiksi 8
  • Lukas 3:7, Sealtiel anak Neri.
  • 1 Tawarikh 3:17, Matius 1:12 Sealtiel anak Yekhonya.
Kontradiksi 9
  • Lukas mencatat 13 generasi antara Abraham s.d Daud.
  • Matius hanya mencatat 12 generasi antara Abraham s.d Daud.
Kontradiksi 10
  • Matius : Aminadab memperanakkan Ram.
  • Lukas : Aminadab anak Admin anak Arni (Ram).
Lagi, disini jelas kontradiksi. Matius menggunakan kata GENNAO (MEMPERANAKKAN) yang menandakan hubungan dekat yaitu sebagai ayah kandung bukan nenek moyang. Jika Kristen berusaha berkelit bahwa Lukas menggunakan istilah ANAK yang menandakan hubungan jauh sebagai keturunan, bukan anak kandung, justru, jika demikian pernyataan Kristen, akan sangat tidak bisa diterima. Perhatikan dibawah ini.
Matius dan Ruth : Peres-Hezron-Ram-Aminadab.
Lukas : Peres-Hezron-Ram-Admin-Aminadab.
Dengan melihat silsilah diatas, jelas bahwa yang dimaksud Matius dan Ruth adalah bahwa Peres adalah buyut (ayah kakek) dari Aminadab. Jika orang mengatakan bahwa istilah anak pada Lukas adalah dalam konteks hubungan jauh sebagai keturunan, bukan anak kandung, maka tanyakan pada orang Kristen : Apa hubungan Peres dan Aminadab menurut Matius dan Lukas
Kontradiksi 11
  • Matius 1:8 : Yoram memperanakkan Uzia.
  • 2 Tawarikh 21:4 s.d 26:1 : Yoram – Ahazia – Yoas – Amazia – Uzia.
Biasanya misionaris kristen akan menyangkal bahwa yang dimaksud dalam Matius 1:8 adalah Yoram adalah leluhur Uzia, bukan ayah Uzia. Tetapi jika kita membaca Matius 1:8, tertulis jelas kata Yunani “gennao” yang artinya “memperanakkan”.

Pandangan Paulus

“Saya memintamu untuk tetap tinggal di Ephesus, ketika Saya pergi ke Macedonia, supaya kamu memerintahkan orang-orang supaya mereka tidak mengajarkan doktrin lain, atau memberikan perhatian kepada legenda-legenda dan silsilah tiada akhir.” (1 Timotius 1:3-4 Terjemahan KJV)
“Tapi hindari pertanyaan-pertanyaan bodoh, dan silsilah-silsilah, dan perdebatan mengenai hukum, sebab semuanya tak bermanfaat dan sia-sia.” (Titus 3:9 Terjemahan KJV).
Paulus memang benar dalam hal ini, karena umat Kristen generasi awal harus menghindari ayat-ayat Bible yang menceritakan silsilah Yesus, maupun silsilah lainnya dalam Bible yang terbukti kontradiksi satu sama lain.

Penipuan Lukas

Matius menyatakan bahwa Yusuf adalah keturunan dari Yekhonya (Matius 1:12), orang yang dikutuk Tuhan dalam Perjanjian Lama kitab Yeremia 22:30 :”Demikianlah Tuhan berfirman, tulislah [bahwa] orang ini [Coniah/Yekhonya adalah] orang yang tak punya anak, seorang pria yang tak akan berhasil dalam masa hidupnya; karena tak ada seorang pun dari benihnya akan berhasil, duduk diatas tahta Daud, dan memerintah lagi di Yehuda.” (Terjemahan KJV)
Silsilah Lukas dalam hal ini bermasalah karena mencakup nama Sealtiel dan Zerubabel, yang kedua-duanya adalah keturunan dari Yekhonya menurut Injil Matius. Tampaknya Lukas telah mengetahui informasi “kutukan untuk Yekhonya beserta keturunannya”, sehingga ia dengan cerdik menghapus nama Yekhonya dalam daftar silsilah Yusuf versi Injil Lukas.

Baca juga:

- Sensus Quirinius versi Lukas Dibantah Fakta Sejarah
- Penipuan Lukas Mengenai Kebangkitan Yesus

Kesimpulan

Sekarang kita semua sudah tahu bahwa penjelasan Kristen mengenai silsilah Yesus ternyata big hoax dan perverted nonsense. Ternyata, setelah kita teliti, umat Kristen generasi pertama hanya mengetahui Silsilah Yesus versi Injil Lukas adalah milik Yusuf, bukan Maria.

Makna Taqwa

By DR. Ahmad Zain An-Najah, M.A.

( لِّلْمُتَّقِينَ )
Petunjuk di dalam Al Qur’an ini, hanya bisa dirasakan dan dimanfaatkan oleh orang-orang beriman dan bertaqwa saja. Sedangkan bagi orang-orang kafir, Al Qur’an ini hanya akan menambah kerugian bagi mereka. Allah swt berfirman :
<< وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ وَلاَ يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إَلاَّ خَسَارًا >>
” Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” ( QS Al Israa’ : 82 )
Dari ayat di atas memberikan pesan kepada kita bahwa seorang muslim yang tidak bisa merasakan atau menikmati petunjuk di dalam Al Qur’an, atau tidak bisa Al Qur’an sebagai penerang dan obor di dalam menghadapi berbagai tantangan di dalam kehidupan dunia ini, maka dapat dipastikan bahwa keimanan dan ketaqwaannya berada dalam kadar yang rendah. Oleh karenanya, dia harus senantiasa memperbaharui keimanan dan ketaqwaannya, dia harus berusaha sekuat mungkin untuk merubah hatinya agar luluh dan lunak dengan ayat- ayat Al Qur’an.

Salah satu makna At Taqwa adalah apa yang diriwayatkan dari Rosulullah saw, bahwasanya beliau bersabda :
<< لا يبلغ العبد أن يكون من المتقين حتى يدع ما لا بأس به حذرا مما به بأس >>
” Bahwasanya seorang hamba, tidaklah akan bisa mencapai derajat ketaqwaan sehingga ia meninggalkan apa yang tidak dilarang, supaya tidak terjerumus pada hal- hal yang dilarang ” ( Hadist ini Hasan, diriwayatkan oleh Tirmidzi no : 2451 , Ibnu Majah no : 4215, Baihaqi : 2/ 335) .
Diriwayatkan pula bahwa pada suatu ketika Umar bin Khattab bertanya kepada Ubai bin Ka’ab tentang Taqwa . Ubai balik bertanya : ” Apakah anda pernah melewati jalan yang banyak durinya ” ? ” Pernah ” Jawab Umar. Ubai bertanya kembali : ” Bagaimana ketika anda melewatinya ” ? Umar menjawab : ” Saya bersungguh- sungguh serta berhati- hati sekali supaya tidak kena duri ” . Ubai akhirnya mengatakan : ” Itulah arti Taqwa yang sebenar- benarnya. ”
Dari hadist an Atsar Umar ra,kita bisa menyimpulkan , bahwa hakikat taqwa adalah kesungguhan dan kehati-hatian terhadap apa yang dilarang Allah swt. Orang yang bertaqwa adalah orang yang sungguh –sungguh untuk menjauhi segala larangan Allah dan berhati- hati sekali supaya tidak terjerumus di dalamnya, walaupun untuk menuju kepada ketaqwaan tersebut , kadang- kadang ia harus meninggalkan apa yang tidak dilarang, jika hal tersebut akan menyeretnya kepada apa yang dilarang.
Dalam hal ini, seorang penyair yang bernama Ibnu Al Mu’taz pernah menulis syair-syairnya :
خل الذنوب صغيرها وكبيرهـا ذاك التقــي
واصنع كماش فوق أر ض الشوك يحذر ما يرى
لا تحقـرن صغـيرة إن الجبال من الحصـي
” Tinggalkan dosa-dosa kecil dan yang besar, dan itulah taqwa
Berbuatlah bagai orang yang melangkah di atas tanah berduri , berhati-hati dengan apa yang dilihat .
Janganlah engkau meremehkan dosa kecil, sesungguhnya gunung itu berasal dari batu kerikil. ”
Abu Darda’ sempat juga bersenandung dengan syairnya :
يريد المرء أن يؤتي مناه ويأبـي الله إلا مـا أرادا
يقول المرء فائدتي ومالي وتقوى الله أفضل ما استفدا
” Semua orang mengingankan agar keinginannya terkabulkan, padahal Allah tidaklah akan menentukan kecuali apa yang dikehendaki-Nya
Semua orang mengatakan : keuntungan-ku dan harta-ku, padahal taqwa Allah adalah keuntungan yang paling utama “
Adapun sifat- sifat orang –orang yang bertaqwa secara lebih terperinci telah disebutkan oleh Allah swt pada ayat berikutnya :
Yang pertama adalah :
<< الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ >>
” Yaitu orang- orang yang beriman kepada yang ghoib .”
MAKNA AL- IMAN
Iman di dalam Al Qur’an mempunyai beberapa arti. Kadang Al Iman berarti pembenaran. (Amana–yu’minu) yaitu membenarkan atau mempercayai, sebagaimana firman Allah swt di dalam surat Yusuf :
<< وَمَا أَنتَ بِمُؤْمِنٍ لِّنَا وَلَوْ كُنَّا صَادِقِينَ >>
” Dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar.”( QS Yusuf : 17 )
Begitu juga , jika keimanan itu disertai dengan menyebutkan amal sholeh ,maka artinya adalah pembenaran , sebagaimana dalam firman Allah :
<< إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ >>
” Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. ( QS Al Tien : 6 )
Adapun Al Iman di dalam Al Qur’an , jika disebutkan sendiri secara mutlak, maka artinya adalah : ” Keyakinan di dalam hati, perkataaan yang diucapkan dengan lisan serta amal dengan anggota badan. Ini adalah pengertian Iman secara istilah menurut madzhab Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Dan pengertian seperti ini sudah menjadi kesepatan para ulama salaf.
Sebagian firqah menyelesihi pengertian Iman yang telah diterangkan di atas, seperti Firqah Murjiah. Mereka mengartikan Iman hanya sebatas keyakinan di dalam hati, tanpa harus disertai amal dengan anggota badan. Pengertian ini tidak benar dan menyesatkan.
Sebagian ulama menafsirkan Al Iman dengan amal. Dalam buku ” As Shohih’ nya, Imam Bukhari menulis sebuah bab dengan judul : ” Amal adalah sebagian dari keimaman “ . Artinya Iman itu tidak bisa dilepaskan dari amal perbuatan. Pernyataab Ini membantah pendapat Firqah Murjiah di atas .
Oleh karenanya, sebagian ulama tafsir mengartikan Beriman kepada yang ghoib dalam surat Al Baqarah ini dengan makna : ” orang- orang yang takut kepada Allah ” , ini sesuai dengan firman Allah swt :
<< إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُم بِالْغَيْبِ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ >>
” Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya Yang tidak nampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar. ” ( QS Al Mulk : 12 )
<< وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى وَهَارُونَ الْفُرْقَانَ وَضِيَاء وَذِكْرًا لِّلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُم بِالْغَيْبِ وَهُم مِّنَ السَّاعَةِ مُشْفِقُونَ >>
” Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa dan Harun Kitab Taurat dan penerangan serta pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa yaitu orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedang mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari kiamat ” ( QS Al Anbiya’ : 49 ) .
<< وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ غَيْرَ بَعِيدٍ هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٍ مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَن بِالْغَيْبِ وَجَاء بِقَلْبٍ مُّنِيبٍ >>
” Dan didekatkanlah syurga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka).
Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya, (Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat ” ( QS Qof : 31-33)
Ketiga ayat ayat di atas , menafsirkan ayat 2 dan 3 dari surat Al Baqarah tentang pengertian orang- orang yang bertaqwa. Dan juga menafsirkan makna Iman dengan takut kepada Allah swt, sebagaimana pada ayat- ayat yang digaris bawahi.
Al Khosyah yang berarti takut terhadap adzab Allah , merupakan sari atau inti dari keimanan dan keilmuan. Allah swt berfirman :
<< إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء >>
” Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. ” ( Qs Fathir : 28 )
Ayat di atas menunjukkan bahwa tanda dari keimanan dan keilmuan yang benar adalah rasa takut kepada Allah swt . Dari sini, kita bisa mengatakan bahwa yang dimaksud dari ulama dalam surat Fathir di atas adalah ulama syare’ah dan ulama pada bidang- bidang lain, seperti ulama fisika, biologi , kedokteran dan lain-lainnya, selama ilmunya mampu mengantarkannya kepada rasa takut kepada Allah swt.
Abdullah bin Mas’ud pernah mengatakan : ” Hakikat ilmu bukanlah dengan banyak menghafal hadist, akan tetapi hakikat ilmu adalah banyaknya rasa takut kepada Allah swt.
Pernyataan tersebut dikuatkan juga oleh pernyataan Sufyan At Tsauri : ” Sesungguhnya ilmu itu dituntut agar dengannya bisa bertaqwa kepada Allah, dan sesungguhnya ilmu itu diutamakan dari pada yang lainnya karena dengan ilmu tersebut bisa bertaqwa kepada Allah . “
Perkataan Ibnu Masu’d ra, dan Sufyan At Tsauri di atas memberikan pemahaman kepada kita bahwa hakikat ilmu yang sebenarnya adalah ilmu yang mengantarkan kepada kita kepada rasa taqwa kepada Allah swt .
MAKNA AL- GHOIB
Adapun makna ghoib , mencakup semua apa yang tidak dilihat oleh manusia seperti Allah , Malaikat, Hari Akhir, Syurga, Neraka, Qadha dan Qadar , Jin dan lain-lainnya.
Sebagian ulama mengartikan ” Al- Ghoib ” dengan hati .
Menurut pengertian ini, maka makna : ” beriman dengan ghoib ” yaitu beriman kepada Allah dengan hati dan keikhlasan, karena hati dan keikhlasan tersebut termasuk sesuatu yang ghoib dan tidak nampak di hadapan manusia. Oleh karenanya, orang- orang munafik tidak termasuk golongan orang- orang yang beriman dengan al ghoib, karena mereka mengaku beriman dengan lisannya saja, tetapi hatinya mengingkari dan mengkafirinya.
KEUTAMAAN BERIMAN KEPADA YANG GHOIB
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwa beliau pernah berkata : “ Tidak ada yang lebih utama bagi seseorang yang beriman dari keimanannya kepada yang ghoib. ” , kemudian beliau membaca ayat 1- 5 dari surat Al Baqarah di atas .
Diriwayatkan dari Abu Jum’ah Al Anshori, salah satu sahabat Rosulullah saw, bahwasanya ia berkata : ” Pada suatu ketika, kita makan siang bersama Rosulullah saw , pada waktu itu terdapat juga Abu Ubaidah bin Jarrah, beliau bertanya kepada Rosulullah saw : ” Wahai Rosulullah saw, apakah ada generasi yang lebih baik dari generasi kita ? Kita beriman kepada-mu dan berjihad bersama-mu . Rosulullah saw bersabda : “ Benar ada, yaitu generasi yang datang sesudah kalian, mereka beriman kepada-ku, sedang mereka belum pernah melihat-ku .” ( HR Ahmad, Thobari Abu Ya’la , Ad Darimi no : 2744 ) , Thohawi dalam ” Musykil ” : 4/ 175 , Al Hakim : 4/ 84 )
Hadist di atas menunjukkan keutamaan beiman kepada yang ghoib. Akan tetapi, tidak boleh dipahami bahwa generasi sesudah sahabat lebih utama dari ada generasi sahabat. Karena Rosulullah saw sendiri pernah bersabda : << خير القرون قرني ثم الذي يلونهم ثم الذي يلونهم >>
” Sebaik- baik generasi adalah generasi yang hidup pada masa-ku, kemudian generasi sesudahnya, kemudian generasi sesudahnya ”
Hadist ini menunjukkan bahwa generasi yang paling baik dan yang paling utama adalah generasi sahabat Rosulullah saw, kemudian generasi sesudahnya (yaitu tabi’in) , kemudian generasi sesudahnya ( yaitu tabi’i tabi’in ).
Kedua hadist di atas kelihatannya bertentangan, namun kalau kita pahami dengan baik, niscaya tidak ada pertentangan. Bagaimana cara menjama’ atau menggabungkannya ? Kita katakan : bahwa hadits pertama menunjukkan salah satu keutamaan generasi sesudah sahabat yaitu beriman kepada Rosulullah saw secara ghoib, karena mereka tidak melihatnya. Tetapi keutamaan generasi sahabat jauh lebih besar dan lebih banyak, karena mereka pertama kali yang beriman kepada Rosulullah saw, mereka adalah orang- orang yang langsung berinteraksi dengan wahyu dan mereka adalah orang- orang yang berjasa besar di dalam mempertahankan dan menyebarkan ajaran Islam ini kepada generasi sesudahnya hingga akhir zaman. Wallahu A’lam.

Innalillah! Israel Sudah 'Persiapkan' Omar Suleiman Sejak 2008

Sedikit demi sedikit rahasia Wapres Mesir, Omar Suleiman, mulai terkuak di publik. Berdasarkan dokumen kawat rahasia Kedubes Amerika Serikat di Mesir dan Israel terungkap bahwa Suleiman sudah digadang-gadang menjadi pengganti Presiden Hosni Mubarak sejak 2008 lalu!

Dokumen yang dibocorkan itu menggarisbawahi posisi strategis Mesir di Timur Tengah. Bahwa Mesir memiliki hubungan yang kuat dengan AS dan Israel. Pada 2008, ketika dokumen ini dibuat, Suleiman masih menjabat sebagai Kepala Badan Intelejen Mesir.

David Hacham, penasehat senior menteri pertahanan Israel, mengatakan pada Kedubes AS di Tel Aviv, bahwa delegasi Menhan Ehud Barak sangat terkesan dengan kepiawaian Suleiman. Bahkan, Israel punya julukan tersendiri bagi Suleiman, yaitu Soliman.

"Hacham sangat memuji kinerja Soliman. Israel juga sudah membangun jaringan komunikasi rutin antara Kementerian Pertahanan dengan Badan Intelejen Mesir, tiap harinya," demikian dokumen WikiLeaks tersebut.

"Hacham menekankan bahwa Pemerintah Israel percaya Soliman akan menjadi pengganti Mubarak sementara, bila terjadi sesuati pada Mubarak, seperti kematian," demikian kabel itu.

"Tidak ada keraguan bagi pemerintah Israel, bahwa mereka paling nyaman bila Omar Soliman berkuasa," kata kabel itu.

Di bagian lain dalam dokumen itu disebutkan bahwa Suleiman menerima kritikan Israel soal ketidakmampuan Mesir menangani penyelundupan senjata bagi Palestina. Bahkan Suleiman perntah mengusulkan kalau Israel mengirim pasukannya ke perbatasan Mesir untuk menghentikan penyelundupan senjata itu.

"Suleiman sepakat kalau Hamas harus diisolasi dan Gaza dibiarkan menderita kekurangan pangan," demikian WikiLeaks.

Red: Fani
Sumber: Republika

Selebritis Hollywood, Paris Hilton Masuk Islam?

Selebritis Amerika, Paris Hilton telah masuk Islam. Hal ini dikabarkan oleh juru bicaranya, Ian Brinkham, melalui CBS News.

"Dia memikirkan hal tersebut dalam beberapa waktu dan ketika ia dipenjara di Fasilitas Penahanan Century Regional pada tahun 2007, ia menemui beberapa orang yang telah memeluk islam " Ujar Brinkham .

Dengan menjadi muslim, Paris Hilton telah memutuskan untuk menghindari kehidupan lamanya sebagai selebriti dengan kehidupan bebas dan ugal ugalan.

Ketika berbicara dari pusat studi Islam di Jeddah, ia berkata: "Saya telah menemukan kedamaian sesungguhnya dalam kehidupan saya, saya dulu dikenal sebagai wanita malam, dan kurang bermoral, tapi sekarang semua itu telah berubah. Alhamdulillah.. "

Hilton berencana untuk kembali ke Los Angeles minggu depan untuk mulai mendirikan sekolah Islam di pusat Beverly Hills yang begitu gemerlap.

"Lupakan saja tentang Scientology atau Kaballah. Ini adalah agama terbaik yang pernah ada sekarang. saya tidak akan mengenakan tali merah di pergelangan tangan atau berjalan-jalan seperti robot yang berbicara tentang Xenu. Islam adalah agama yang wajib dianut. dan saya akan menyebarkan ayat ayat Al-Quran kepada semua orang, "kata Paris Hilton bersemangat.

Paris Hilton juga berencana untuk mengubah namanya menjadi 'Tahirah'. sebuah kata dalam bahasa Arab yang berarti'murni, atau suci'.

Sekolah Islamnya akan dimulai pada bulan Juli mendatang dan akan dijadikan tempat spiritual populer yang akan menghantui banyak selebriti Hollywood.

Red: Fani
Sumber: voa-islam

Mereka Menghujat Islam

"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: 'Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).' Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (Al-Baqarah: 120).
"Mereka tidak pernah berhenti-henti memerangi kamu sampai mereka dapat mengembalikan kamu murtad dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah sia-sia amalannya di dunia dan akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."
(Al-Baqarah: 217).
Kebencian Orang Kafir terhadap Mukmi
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan mereka berkata: 'Kami beriman;' dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari mereka lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): 'Matilah kamu karena kemarahanmu itu.' Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati." (Ali Imran: 118-119).
"Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas-gegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antaramu; sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zhalim." (At-Taubah: 47).
Larangan Mengikuti Orang Kafir
"Hai orang-orang beriman, jika kamu mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi al-kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman." (Ali Imran: 100).
"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menaati orang-orang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi. Tetapi (ikutilah Allah), Allahlah pelindungmu, dan Dia-lah sebaik-baik penolong." (Ali Imran: 149-150).
Orang Kafir pada Hakikatnya Jahat
"Sesungguhnya orang-orang kafir, yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik, (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk." (Al-Bayyinah: 6).
Penghujat Negeri Kincir Angin
Berapa banyak orang seperti Geert Wilders yang diperluka untuk mengubah Belanda menjadi arena perang saudara "warga asli" lawan "pendatang"? Tak banyak!
Yang terang, Geert Wilders, 44 tahun, tidak sedang bicara kepada 1,3 warga muslim keturunan imigran di negerinya, manakala film "Fitna" masuk internet dan menuai protes hebat, dua pekan lalu. Terus terang dari kebanyakan para pendatang yang berkulit gelap, berambut keriting, dan berasal dari Afrika Utara, yang bergulat dengan masalah identitas dan keterpurukan ekonomi itu, ia tidak bisa berharap banyak. Wilder juga tidak tertarik menawarkan solusi yang bersahabat untuk pendatang terpinggirkan itu. Tapi dari segelintir imigran berpandangan radikal, Wilders memperoleh banyak amunisi yang kemudian disulapnya menjadi senjata politik ampuh.
Tewasnya produser film Theo van Gogh empat tahun silam di sebuah jalan di Amsterdam mengantar Wilders masuk ke dunia parlemen Belanda yang sangat berkuasa. Pembunuhan yang menggemparkan negeri Kincir Angin itu dilakukan seorang pemuda imigran muslim. Korban dihabisi dengan brutal, dan mujahid tidak menyesali perbuatannya. Masyarakat Belanda marah dan hangus hatinya melihat kejadian itu sekonyong-konyong menemukan orang muda yang tepat untuk menghadapi semua ini. Ia Geert Wilders, politikus muda bermulut tajam yang menyerukan penghentian arus imigran ke Belanda selama lima tahun sejak 2004, juga pengetatan pengawasan kontong-kantong minoritas beragama Islam.
Wilders yang beraliran ultranasionalis itu pintar menyuburkan sterotip, menanamkan sentimen anti-imigran dan anti-Islam. Film "Fitna" bikinannya sarat dengan rekaman pesawat yang menghantam menara kembar WTC di New York pada 11 September 2001, rekaman korban pengeboman di Madrid dan London, untuk menjelaskan surat Al-Anfal ayat 60. Dengan cara mempolitisasi maknanya. Wilders mengatakan, ayat ini meneror lawan Islam. Padahal, itu satu ayat Al-Qur'an yang berisi perintah untuk menggetarkan hati musuh-musuh Allah yang mengancam dengan melibatkan kesiapan dan persenjataan perang yang lengkap untuk mempertahankan eksistensi umat (deterrent effect).
"Fitna" yang berdurasi 17 menit dan diisi lima kali pembacaan ayat Al-Qur'an itu kemudian ditutup dengan kesimpulan yang merupakan seruan: Stop Islamisasi! Bela kebebasan kita!
Tentu saja Wilders tidak bicara kepada minoritas muslim, tapi kepada mayoritas kulit putih Belanda yang merasa terancam oleh kaum pendatang. Ia menggunakan kata "kita" untuk menghimpun warga asli Belanda yang bekulit putih dan tidak beragama Islam, untuk menghadapi musuh bersama: kaum imigran muslin. Di mata Wilders, selalu ada Belanda yang terpecah dan selalu ada konflik yang tak berujung: "kita" lawan "mereka". Ia gemar mengulang penjelasan yang sederhana tentang sejarah Eropa kontemporer: "Pada tahun 1945 kita menghabisi fasisme Nazi, pada 1989 kita mengalahkan komunisme, dan sekarang kita menghadapi ideologi Islam."
Wilder, Ketua Fraksi Partai Kebebasan (PVV) di parlemen, banyak diuntungkan oleh perkembangan ini. Ia piawai mengubah rasa takut menjadi kebencian serta merrduksi demografi Belanda menjadi "kita" dan "mereka". Soal kampanye Wilders akan laku atau malah akan menyerang balik kredibilitasnya, itu tergantung logika dan akal sehat warga Belanda. Itu juga akan ditentukan oleh daya tahan masyarakat Belanda, termasuk masyarakat muslimnya sebagai satu satu kesatuan, dalam menghadapi gempuran retorika Geert Wilders yang memecah belah.
Orang-orang Wilders akan terus hadir. Tapi, dari pengalaman kita selama ini, ada satu resep yang mungkin bisa ditawarkan: resistensi sebagai bangsa dan senstivitas terhadap aspirasi religius orang lain. Dan yang pasti, umat Islam saat ini merupakan komoditi terlaris untuk dapat diperdagangkan bagi orang yang ingin melejit namanya. Karena, masyarakat dunia yang dikuasai Zionis dan Palangis saat ini sedang ketakutan menghadapi serangan balik umat Islam atas dosa-dosa mereka yang telah membunuh banyak jiwa yang tak bersalah, seperti di Palestina, Irak, Afghanistan, Libanon, dan Balkan.
Fitna dari Belanda
Kita hidup di sebuah zaman ketika benci bisa jadi advertensi. Jika kita teriakkan rasa muak, geram, dan tak sabar kepada sekelompok manusia dengan teriakan yang cukup keras, kita akan menarik perhatian orang ramai. Bahkan akan dapat dukungan. Itulah yang sedang dilakukan oleh Wilders. Dia tahu betul hal itu. Dalam umurnya yang ke-44 tahun, politikus Belanda ini ialah sosok yang cocok bagi zaman celaka seperti sekarang. Tiap kali ia mencaci maki orang imigran muslim yang hidup di Negeri Belanda, ia dengan segera tampak mumbul seperti balon jingga di langit Den Haag.
Dalam sebuah wawancara dengan harian De Pers pertengahan Februari 2007, inilah yang dikatakannya: "Jika orang muslim ingin hidup di Negeri Belanda, mereka harus menyobek dan membuang setengah dari isi Al-Qur'an." Katanya pula: "Jika Muhammad hidup di sini sekarang, saya akan usul agar ia diolesi ter dan ditempeli bulu ayam sebagai ekstrimis, lalu diusir ...."
Syahdan, 15 Desember 2007, radio NOS pun mengangkat Wilders sebagai "politician of the year". Para wartawan surat kabar yang meliput parlemen memuji kemampuannya mendominasi diskusi politik dan memperoleh publisitas, berkat ucapan-ucapan ringkasnya yang panas, dan tentu Wilders jadi tokoh publik yang mendapat tepuk tangan yang meriah. Karena, sikap kebencian kepada umat Islam menjadikan tempat yang strategis dalam percaturan kehidupan bangsa barat saat ini.
Nasib Penghujat Islam
Pada awal November 2004, sutradara film Theo van Gogh digorok dan ditikam di sebuah jalan di Amsterdam oleh seorang pemuda Islam, Muhammad Bouyeri, yang menganggap korbannya layak dibinasakan. Van Gogh, seperti Wilders, adalah penyebar kebencian yang dibalas dengan kebencian. Tak ayal, dukungan melimpah ke partai yang dipimpin Wilders. Dan ini terbukti bahwa warga Belanda yang didominasi Yahudi benar-benar sedang kebingungan menghadapi pertumbuhan penduduk umat Islam. Sebuah jajak pendapat mengindikasikan bahwa partai itu, PVV, bisa memperoleh 29 dari 150 kursi di parlemen seandainya pemilihan umum berlangsung setelah pembunuhan yang mengerikan itu.
Kini bisa diperkirakan film "Fitna" yang kontroversial ini akan membuat Wilders lebih berkibar-kibar, terutama jika benci yang ditiup-tiupkannya disambut, jika orang-orang Islam meledak, mengancam, atau berusaha membunuhnya. Wilders bahkan memperoleh sesuatu yang lebih, bila kekerasan yang terjadi dalam menyikapi film "Fitna". Karena, film itu dibuat oleh Wilders untuk menunjukkan betapa brutalnya ajaran Islam. Dari itu, umat Islam harus bijak dan mengutamakan strategis yang jitu untuk memukul balik hujatan ini, agar Wilders dan yang lainnya tidak numpang populer dari kasus penghujatan yang mereka buat.
Saya menonton film ini di internet. Isinya repititif. Apa maunya sudah dapat diperkirakan. Dimulai dengan karikatur terkenal di Denmark, karya Kurt Westergaard penghujat Nabi saw. itu, gambar seorang berpipi tambun dengan bom di kepala sebagai sorban hitam, yang dikesankan sebagai "potret" Nabi Muhamad saw. Film ini adalah kombinasi antara petikan teks Qur'an dalam terjemahan Inggris, suara qari yang fasih membacakan ayat yang dimaksud, dan klip video tentang kekerasan dan kata-kata benci yang berkobar-kobar.
Ayat 60 dari surat Al-Anfal ditampilkan pada awal "Fitna".  Yaitu, perintah Allah agar umat Islam menghimpun kekuatan dan mendatangkan rasa takut ke hati musuh diikuti oleh potongan film dokumentar ketika pesawat terbang itu ditabrakkan ke World Trade Center New York, 11 September 2001. Kemudian, tampak pengeboman di kereta api Madrid. Setelah itu, seorang imam tak disebutkan namanya bangkit dari asap, menyatakan: "Allah berbahagia bila ada orang yang bukan muslim terbunuh."
Pendek kata, dalam "Fitna", Al-Qur'an adalah kitab suci yang mengajarkan kebencian yang memekik-mekik dan tidak biadab yang berdarah. Wilders sebenarnya hanya mengulang pendapatnya. Pada 8 Agustus 2007, ia menulis untuk harian De Volkskrant: Qur'an, baginya adalah "buku fasis" yang harus dilarang beredar di Negeri Belanda, seperti halnya Mein Kampf Hitler. Buku itu merangsang kebencian dan pembunuhan.
Salahkah Wilder? Tentu. Penulis resensi dalam Het Parool konon menyatakan, setelah membandingkan film itu dengan Al-Qur'an secara keseluruhan, "Saya lebih suka kitab sucinya." Sang penulis resensi, seperti kita, dengan segera tahu, Wilder hanya memilih ayat-ayat Qur'an yagn cocok untuk proyek kebenciannya. Semua orang tahu, Al-Qur'an hanya deretan pendek petilan itu. Dan tentu saja tiap petilan punya konteks sejarahnya sendiri.
Tapi Wilders tak hanya sesat di situ. Ia juga salah di tempat yang lebih dasar, ia berasumsi bahwa ayat-ayat itulah yang memproduksi benci, amarah, dan darah. Ia tak melihat kemungkinan bahwa Al-Qaedah yang ganas, Taliban yang geram, imam-imam yang akan membakar emosional disebabkan karena prilaku orang lain yang menonjolkan kezhaliman. Hal itu dapat dilihat seperti perilaku Salman Rusdi, Kurt Westergaard, Wilders, Theo van Gogh dan lainnya.
Penghujat Negeri Prancis dan Inggris
Pada kurun sekarang, pandangan seperti itu apa boleh buat tidak mudah berakhir. Ada sejarawan yang bernama Prancis Fukuyama, penuls The End of History, yang dalam sebuah seminar di Brooking Instute meyakini ancaman serius dari elemen masyarakat Eropa yang radikal. Ada seorang Bernard Lewis, sejarawan Inggris di Universitas Princeton, Amerika, yang membayangkan Benua Eropa menjadi bagian dari dunia Arab pada penghujung abad ini. Ia melihat ini sebagai konsekuensi pertumbuhan penduduk yang tinggi di kalangan imigran keturunan Arab Eropa. Dan terkahir, berita statistik dari Vatikan yang dimuat dalam surat kabar Osservatore Romano, yang menyebut bahwa jumlah pemeluk muslim telah melampui pemeluk Katolik. Jumlah orang Islam mencapai 19,2 persen dari penduduk dunia, sedangkan orang Katolik meliputi 17,4 persen, meskipun penganut Kristen secara keseluruhan masih mayoritas dengan 33 persen.
Don Quitxote Penghina Tuhan
Atas nama kebebasan berekspresi, para intelektual, seniman, dan politikus tak kapok membakar amarah umat Islam. Geert Wilders memancing kemarahan umat Islam. Sebelumnya, ada sederet nama yang berhasil mengguncang dunia dengan kartun, film, atau fiksi ciptaan mereka yang menghujat Islam.
Bagi umat Islam, tindakan Wilders dan kawan-kawannya ini merupakan penistaan yang harus dibalas. Tapi, bagi kelompok moderat, mereka dianggap tidak lebih oportunis yang mempromosikan ketakutan dan kebencian. "Dia rada gila", karena memberikan kesan pada sejumlah orang bahwa ia akan memerangi Islam. Ia semacam Don Quixote, yang berjuang melawan sesuatu dan menampilkan tujuan yang tak pernah terjadi, kata Ketua Dewan Nasional Maroko Mohammaed Rabbae.
Kurt Werstergaard telah menjadi sasaran kemarahan karena 12 kartun Nabi Muhammad saw. buatannya dipajang di koran Denmark, Jyllands-Posten, pada 30 September 2005. Kita, umat Islam, dilarang melukis Nabi Muhammad saw., dan kemarahan kita makin berang, karena Nabi Muhamamd yang kita kagumi digambarkan sebagai sosok teroris, yaitu dengan gambar memakai sorban berbentuk bom yang siap meledak dan berhiaskan dua kalimat syahadat dalam aksara Arab.
Gelombang protes di negara berpenduduk meyoritas muslim tak terbendung. Korban pun berjatuhan. Di Somalia seorang remaja 14 tahun ditembak mati ketika massa menyerang polisi yang menghalang-menghalangi mereka berdemo. Di Afghanistan, lima orang tewas. Koran Jyllands-Posten meminta maaf, tapi ngotot menyatakan tindakan mereka tidak melanggar hukum Denmark. Begitulah sikap negara kafir yang hanya mempermainkan umat Islam.
Ketika kemarahan mulai reda, pada 1 Februari 2006, koran Prancis, France Soir, serta Die Welt di Jerman, La Stampa di Italia, dan El Periodico di Spanyol kembali memuat kartun tadi. Di bawah tulisan, "Ya, kami berhak menggambar Tuhan," France Soir memasang citraan Tuhan dalam agama Budha, Yahudi, Islam, dan Kristen melayang di awan. Setelah itu, masyarakat muslim di Prancis meradang terus- menerus diteror kaum kuffar.
Apakah penghujat kapok? Tidak. Koran Denmark, Jyllands-Posten, Politiken, dan Berlingske Tidende, mencetak kembali kartun sorban berhias bom karya Westergaard itu pada 13 Februari lalu. Redaktur koran itu mengatkan tak seorang pun harus merasa terancam jiwanya karena menggambar. "Kami melakukan ini untuk mendukung kebebasan berpendapat." Lalu apakah kita masih menaruh harapan kepada orang kafir yang tidak mau menghormati keyakinan kita?
Sebelum umat Islam disulut emosionalnya dengan karikatur Westergaard, novelis warga negara Inggris kelahiran India, Salman Rushdie, 61 tahun, menerbitkan novel berjudul "Satanic Verses" pada tahun 1988. Dalam novel itu, dikisahkan Nabi Muhammad lewat tokoh Mahound menambahkan beberapa ayat Al-Qur'an. Tapi Mahound kemudian mencabutnya karena ayat itu hasil godaan syaitan. Ayat itulah kemudian disebut ayat-ayat setan. Narator dalam buku ini menyatan kepada para pembaca bahwa kekacauan ayat itu berasal dari mulut Malaikat Jibril.
Jagat Islam pun gempar. Radio Teheran menyiarkan fatwa pemimpin tertinggi Iran, Ayatullah Ruhullah Khomeini, pada 14 Februari 1989. Isinya memerintahkan umat Islam membunuh Rushdie. Menurut Khomeini, buku Rushdie menghina Tuhan dan Islam.
Sejak itu, Rushdie bersembunyi. Pada Maret 1989, Iran memutuskan hubungan diplomatik dengan Inggris. Korban tewas pun berjatuhan dalam kerusuhan aksi protes di negara Muslim. Toh, Ratu Elizabeth II pada Juni 2007 memberi Rushdie gelar bangsawan kesatria. Rushdie pun bisa mencantumkan kata "Sir" di depan namanya.
Nasib Theo van Gogh lebih tragis. Kerabat pelukis abad ke-19, Vincent van Gogh, membuat film berdasarkan buku karya bekas anggota parlemen Belanda asal Somalia, Ayaan Hirsi Ali. Film berjudul "Submission" itu bercerita tentang kekerasan seksual yang dialami perempuan dalam masyarakat muslim dengan menunjukkan adegan menorehkan ayat Al-Qur'an pada tubuh perempuan setengah telanjang.
Vonis pun dijatuhkan secara sepihak kepada Muhammad Bouyeri, 26 tahun, imigran asal Maroko. Ia mencegat Theo Saat bersepeda di satu jalan sepi di Amsterdam dan membunuhnya. "Hukum mewajibkan saya memotong kepala siapa saja yang menghina Allah dan Nabi," ujar Bouyeri dalam sidang pengadilan.
Belum surut badai protes pada Wilders, Gantian Ehsan Jami, 22 tahun menyulut api. Anggota parlemen Belanda keturunan Iran ini sedang membuat film animasi bercorak komedi berjudul "Kehidupan Muhammad". Film ini terfokus pada malam pernikahan Nabi dengan seorang perempuan berusia sembilan tahun. Sebuah upaya mencari popularitas dengan jalan pintas.
Orang seperti Wilders akan terus hadir. Tapi, dari pengalaman kita selama ini, ada satu resep yang mungkin bisa ditawarkan: resistensi sebagai bangsa dan sensitivitas terhadap aspirasi religius orang lain. Dan yang pasti, umat Islam saat ini sedang menjadi komoditi terlaris untuk dapat diperdagangkan bagi orang  yang ingin melejit namanya. Karena, masyarakat dunia Zionis dan palangis saat ini sedang ketakutan menghadapi serangan balik umat Islam atas dosa-dosa mereka yang telah membunuh banyak jiwa yang tak bersalah, seperti di Palestina, Irak, Afghanistan, Libanon, dan Balkan.
Oleh: Ust. Ahmad Salimin Dani (Disampaikan pada acara  Bersama Dewan  Dakwah Islamiyah Bekasi, di masjid Nurul Islam Islamic Center Bekasi, Sabtu (12/04).

Liberalisasi Islam di Indonesia

Ide sekularisasi Islam di Indonesia pertama kali digulirkan oleh Nurcholish Madjid pada 3 Januari 1970. Idenya itu diadopsi dari pemikiran Harvey Cox dengan bukunya yang terkenal berjudul The Secular City. Nurcholish mungkin tidak menyadari bahwa apa yang ia lakukan adalah bagaikan membuka sebuah kotak pandora. Saat kotak itu terbuka, maka terjadilah peristiwa-peristiwa tragis yang susul-menyusul dan berlangsung secara liar, sulit dikendalikan lagi, hingga kini. Harvey Cox menyebutkan bahwa sekularisasi adalah akibat logis dari dampak kepercayaan Bible terhadap sejarah. Menurut Cox, ada tiga komponen penting dalam Bible yang menjadi kerangka asas sekularisasi, yaitu 'disenchantment of nature' yang dikaitkan dengan penciptaan (creation), 'desacralization of politics' dengan migrasi besar-besaran (exodus) kaum Yahudi dari Mesir, dan 'deconsecration of values' dengan Perjanjian Sinai. (Harvey Cox, The Secular: Secularization and Urbanization in Theological Perspective [New York: The Macmillan Company, 1967], hlm. 19-32). Jadi, kata Cox, sekularisasi adalah pembebasan manusia dari asuhan agama dan metafisika, pengalihan perhatiannya dari 'dunia lain' menuju ke 'dunia kini'. Karena sudah menjadi suatu keharusan, kata Cox, kaum Kristen tidak seyogyanya menolak sekularisasi. Sebab, sekularisasi merupakan konsekuensi autentik dari kepercayaan Bible. Maka, tugas kaum Kristen adalah menyokong dan memelihara sekularisasi. (Harvey Cox, The Secular: Secularization and Urbanization in Theological Perspective [New York: The Macmillan Company, 1967], hlm. 15).
Edisi pertama Buku The Secular City dicetak pada tahun 1965. Buku Cox ini mencetuskan cause celebre agama di luar jangkauan pengarang dan penerbitnya sendiri. Buku ini merupakan best seller di Amerika dengan lebih 200 ribu naskah terjual dalam masa kurang dari setahun. Buku ini juga adalah karya utama yang menarik perhatian masyarakat kepada isu sekularisasi.
Pengaruh buku ini ternyata juga melintasi batas negara dan agama. Di Yogyakarta, sekelompok aktivis yang tergabung dalam Lingkaran Diskusi Limited Group di bawah bimbingan Mukti Ali sangat terpengaruh oleh buku tersebut. Di antara sejumlah aktivis dalam diskusi itu adalah Dawam Rahardjo, Djohan Effedi, dan Ahmad Wahib. (Lihat Karel Steenbrink, "Patterns of Muslim-Christian Dialogue in Indonesia 1965-1998", dalam Jacques Waardenburg, Muslim-Christian Perceptions of Dialogue Today [Leuven: Peeters, 2000], hlm. 85). Tetapi, gagasan Cox ketika itu belum terlalu berkembang. Ahmad Wahib hanya menulis catatan harian, yang kemudian dikumpulkan dalam sebuah buku selepas meninggalnya. Djohan Effendi pun tidak terlalu kuat pengaruhnya.
Pengaruh Cox baru tampak jelas di Indonesia pada pemikiran Nurcholish Madjid, yang ketika itu menjadi ketua umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI). Dan pada tanggal 12 Januari 1970 Nurcholish Madjid secara resmi meluncurkan gagasan sekularisasinya dalam diskusi di Markas PB Pelajar Islam Indonesia (PII) di Jalan Menteng Raya 58. Ketika itu Nurcholish meluncurkan makalah berjudul "Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat". Dua puluh tahun kemudian, gagasan itu kemudian diperkuat lagi dengan pidatonya di Taman Ismail Marzuki Jakarta pada tanggal 21 Oktober 1992 dengan judul "Beberapa Renungan tentang Kehidupan Keagamaan di Indonesia".
Kini setelah 30 tahun berlangsung, arus sekularisasi dan liberalisasi itu semakin sulit dikendalikan, dan berjalan semakin liar. Arus itu merambah ke berbagai sisi kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan bahkan pemikiran keagamaan. Penyebaran paham "pluralisme agama", "dekonstruksi agama", "dekonstruksi kitab suci", dan sebagainya kini justru berpusat di kampus-kampus dan organisasi-organisasi Islam--sebuah fenomena yang 'khas Indonesia'. Paham-paham ini menusuk jantung Islam dan berusaha merobohkan Islam dari pondasinya yang paling dasar.
Dari Tradisi Yahudi dan Kristen
Agama Yahudi telah lama mengalami liberalisasi, sehingga saat ini Liberal Judaism (Yahudi Liberal) secara resmi masuk dalam salah satu aliran dalam agama Yahudi. Perkembangan liberalisasi dalam agama Kristen juga sangat jauh. Bahkan, agama Kristen bisa dikatakan sebagai salah satu "korban" liberalisasi dari peradaban Barat.
Agama Kristen mulai bersinar di Eropa ketika pada tahun 313, Kaisar Konstantin mengeluarkan surat perintah (Edik) yang isinya memberi kebebasan warga Romawi untuk memeluk agama Kristen. Tahun 380 Kristen dijadikan sebagai agama negara oleh Kaisar Theodosius. Menurut Edik Theodosius, semua warga negara Romawi diwajibkan menjadi anggota gereja Katolik. Agama-agama di luar itu dilarang. Bahkan, sekte-sekte Kristen di luar "gereja resmi" pun dilarang. Dengan berbagai keistimewaan yang dinikmatinya, Kristen kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia.
Akan tetapi, Kristen tergerus arus yang tak dapat dihindarinya, yaitu sekularisasi dan liberalisasi. Jika dicermati lebih jauh, perekembangan gereja-gereja di Eropa kini sudah memprihatinkan. Seorang aktivis Kristen asal Bandung memaparkan dengan jelas kehancuran gereja-gereja di Eropa dalam bukunya yang berjudul Gereja Modern, Mau ke Mana? (1995). Kristen benar-benar kelabakan dihantam nilai-nilai sekularisme, modernisme, liberalisme, dan 'klenikisme'.
Di Amsterdam, misalnya, 200 tahun lalu 99% penduduknya beragama Kristen. Kini tinggal 10% saja yang dibaptis dan ke gereja. Mayoritas dmereka sudah sekuler. Di Perancis yang 95% penduduknya tercatat beragama Katolik, hanya 13%-nya saja yang menghadiri kebaktian di gereja seminggu sekali. Di Jerman pata tahun 1987, menurut laporan Institute for Public Opinian Research, 46 persen penduduknya mengatakan bahwa agama sudah tidak diperlukan lagi. Di Finlandia, yang 97% Kristen, hanya 3% yang pergi ke gereja tiap minggu. Di Norwegia, yang 90% Kristen, hanya setengahnya saja yang percaya pada dasar-dasar kepercayaan Kristen. Juga, hanya sekitar 3% yang rutin ke gereja tiap minggu.
Masyarakat Kristen Eropa juga tergila-gila pada paranormal, mengalahkan kepercayaan mereka pada pendeta atau imam Katolik. Di Jerman Barat--sebelum bersatu dengan Jerman Timur--terdapat 30.000 pendeta. Tetapi, jumlah paranormal (witchcraft) mencapai 90.000 orang. Di Perancis terdapat 26.000 imam Katolik, tetapi jumlah peramal bintang (astrolog) yang terdaftar mencapai 40.000 orang.
Di sejumlah gereja, arus liberalisasi mulai melanda. Misalnya, gereja mulai menerima praktik-praktik homoseksualitas. Eric James, seorang pejabat gereja Inggris, dalam bukunya berjudul Homosexuality and a Pastoral Church, mengimbau agar gereja memberikan toleransi pada kehidupan homoseksual dan mengizinkan perkawinan homoseksual antara pria dengan pria atau wanita dengan wanita.
Sejumlah negara Barat telah melakukan "revolusi jingga", karena secara resmi telah mengesahkan perkawinan sejenis. Di berbagai negara Barat, praktik homoseksual bukanlah dianggap sebagai kejahatan, begitu juga praktik-praktik perzinaan, minuman keras, pornografi, dan sebagainya. Barat tidak mengenal sistem dan standar nilai (baik-buruk) yang pasti. Semua serba relatif: diserahkan kepada "kesepakatan" dan "kepantasan" umum yang berlaku.
Maka, orang berzina, menenggak alkohol, mempertontonkan aurat, dan sejenisnya bukanlah dipandang sebagai suatu kejahatan, kecuali jika masyarakat menganggapnya jahat. Homoseksual dianggap baik dan disahkan oleh negara. Bahkan, para pastor gereja Anglikan di New Hampshire AS telah sepakat mengangkat seorang uskup homoseks bernama Gene Robinson pada November 2003. Kaum Kristen yang homo itu merombak ajaran Kristen, terutama mengubah tafsir lama yang masih melarang tindakan homoseksual.
Progam Liberalisasi Islam
Secara sistematis, liberalisasi Islam di Indonesia sudah dijalankan sejak awal tahun 1970-an. Secara umum ada tiga bidang penting dalam ajaran Islam yang menjadi sasaran liberalisasi: (1) liberalisasi bidang aqidah, dengan penyebaran pluralisme agama, (2) liberalisasi bidang syariah, dengan melakukan perubahan metodologi ijtihad, dan (3) liberalisasi konsep wahyu, dengan melakukan dekonstruksi terhadap Al-Qur'an.
Dr. Greg Barton, dalam disertasinya di Monash University, Australia, memberikan sejumlah program Islam Liberal di Indonesia, yaitu (1) pentingnya konstektualisasi ijtihad, (2) komitmen terhadap rasionalitas dan pembaruan, (3) penerimaan terhadap pluralisme sosial dan pluralisme agama-agama, (4) pemisahan agama dari partai politik dan adanya posisi non-sektarian negara. (Tahun 1999 disertasi Greg Barton diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Paramadina dengan judul Gagasan Islam Liberal di Indonesia [1999: xxi]).
Dari disertasi Barton tersebut dapat diketahui bahwa memang ada strategi dan program yang sistematis dan metodologis dalam liberalisasi Islam di Indonesia. Penyebaran paham Pluralisme Agama--yang jelas-jelas merupakan paham syirik modern--dilakukan dengan cara yang sangat masif, melalui berbagai saluran, dan dukungan dana yang luar biasa. Dari program tersebut, ada tiga aspek liberalisasi Islam yang sedang gencar-gencarnya dilakukan di Indonesia.
 
  1. Liberalisasi Aqidah Islam Liberalisasi aqidah Islam dilakukan dengan menyebarkan paham Pluralisme Agama. Paham ini menyatakan bahwa semua agama adalah jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan yang sama. Jadi, menurut penganut paham ini, semua agama adalah jalan yang berbeda-beda menuju Tuhan yang sama. Atau, mereka menyatakan bahwa agama adalah persepsi relatif terhadap Tuhan yang mutlak, sehingga karena kerelatifannya, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim atau meyakini bahwa agamanya sendiri yang lebih benar dari agama lain, atau mengklaim bahwa hanya agamanya sendiri yang benar. Di Indonesia, penyebaran paham ini sudah sangat meluas, dilakukan oleh para tokoh, cendekiawan, dan para pengasong ide-ide liberal. Berikut ini pernyataan-pernyataan mereka.
     
    1. Ulil Abshar Abdalla
      Ia mengatakan, "Semua agama sama. Semuanya menuju jalan kebenaran. Jadi, Islam bukan yang paling benar." (Majalah Gatra, 21 Desember 2002). Ia juga mengatakan, "Larangan beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam denan lelaki non-Islam, sudah tidak relevan lagi." (Kompas, 18/11/2002).  
    2. Budhy Munawar Rahman
      Ia mempromosikan teologi pluralis sebagai berikut. "Konsep teologi semacam ini memberikan legitimasi kepada kebenaran semua agama, bahwa pemeluk agama apa pun layak disebut sebagai 'orang yang beriman', dengan makna 'orang yang percaya dan menrauh percaya kepada Tuhan'. Karena itu, sesuai QS 49: 10-12, mereka semua adalah bersaudara dalam iman." Budhy menyimpulkan, "Karenanya, yang diperlukan sekarang ini dalam penghayatan masalah pluralisme antar-agama yakni pandangan bahwa siapa pun yang beriman--tanpa harus melihat agamanya apa--adalah sama di hadapan Allah. Karenanya, Tuhan kita semua adalah Tuhan Yang Satu." (Lihat artikel Budhy Munawar Rahman berjudul "Basis Teologi Persaudaraan antar-Agama", dalam buku Wajah Liberal Islam di Indonesia [Jakarta: JIL, 2002], hlm. 51-53).  
    3. Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan (dosen UIN Yogyakarta)
      Ia berpendapat, "Jika semua agama memang benar sendiri, penting diyakini bahwa surga Tuhan yang satu itu sendiri terdiri banyak pintu dan kamar. Tiap pintu adalah jalan pemeluk tiap agama memasuki kamar surganya. Syarat memasuki surga ialah keikhlasan pembebasan manusia dari kelaparan, penderitaan, kekerasan, dan ketakutan, tanpa melihat agamanya. Inilah jalan universal surga bagi semua agama. Dari sini kerja sama dan dialog pemeluk berbeda agama jadi mungkin." (Abdul Munir Mulkhan, Ajaran dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar [Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2002], hlm. 44).  
    4. Prof. Dr. Nurcholish Madjid
      Ia menulis, "Sebagai sebuah pandangan keagamaan, pada dasarnya Islam bersifat inklusif dan merentangkan tafsirnya ke arah yang semakin pluralis. Sebagai contoh, filsafat perenial yang belakangan banyak dibicarakan dalam dialog antar agama di Indonesia merentangkan pandangan pluralis dengan mengatakan bahwa setiap agama sebenarnya merupakan ekspresi keimanan terhadap Tuhan yang sama. Ibarat roda, pusat roda itu adalah Tuhan, dan jari-jari itu adalah jalan dari berbagai agama." (Lihat buku Tiga Agama Satu Tuhan [Bandung: Mizan, 1999], hlm. xix).  
    5. Dr. Alwi Shihab
      Ia menulis, "Prinsip lain yang digariskan oleh Al-Qur'an adalah pengakuan eksistensi orang-orang yang berbuat baik dalam setiap komunitas beragama dan, denan begitu, layak memperoleh pahala dari Tuhan. Lagi-lagi, prinsip ini memperkokoh ide mengenai Pluralisme keAgamanaan dan menolak eksklusivisme. Dalam pengertian lain, eksklusivisme keagamaan tidak sesuai dengan semangat Al-Qur'an. Sebab, Al-Qur'an tidak membeda-bedakan antara satu komunitas agama dari lainnya." (Alwi Shihab, Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama [Bandung: Mizan, 1997], hlm. 108-109).  
    6. Sukidi (alumnus Fakultas Syariah IAIN Ciputat yang sangat aktif menyebarkan paham Pluralisme Agama)
      Ia menulis di koran Jawa Pos (11/1/2004), "Dan, konsekuensinya, ada banyak kebenaran (many truths) dalam tradisi dan agama-agama. Nietzche menegasikan adanya kebenaran tunggal dan justru bersikap afirmatif terhadap banyak kebenaran. Mahatma Gandhi pun seirama dengan mendeklarasikan bahwa semua agama--entah Hinduisme, Buddhisme, Yahudi, Kristen, Islam, Zoroaster, maupun lainnya--adalah benar. Dan, konsekuensinya, kebenaran ada dan ditemukan pada semua agama."  
    7. Dr. Luthfi Assyaukanie (dosen Universitas Paramadina)
      Ia menulis, "Seorang fideis Muslim, misalnya, bisa merasa dekat kepada Allah tanpa melewati jalur shalat karena ia bisa melakukannya lewat meditasi atau ritus-ritus lain yang biasa dilakukan dalam persemedian spiritual. Dengan demikian, pengalaman keagamaan hampir sepenuhnya independen dari aturan-aturan formal agama. Pada gilirannya, perangkap dan konsep-konsep agama seperti kitab suci, nabi, malaikat, dan lain-lain tak terlalu penting lagi karena yang lebih penting adalah bagaimana seseorang bisa menikmati spiritualitas dan mentransendenkan dirinya dalam lompatan iman yang tanpa batas itu." (Kompas, 3/9/2005).  
    8. Nuryamin Aini (dosen Fak. Syariah UIN Jakarta)
      Ia menulis, "Tapi ketika saya mengatakan agama saya benar, saya tidak punya hak untuk mengatakan bahwa agama orang lain salah, apalagi kemudian menyalah-nyalahkan atau memaki-maki." (Lihat buku Ijtihad Islam Liberal [Jakarta: JIL, 2005], hlm. 223).
    Yang perlu diperhatikan oleh umat Islam, khususnya kalangan lembaga pendidikan Islam, adalah bahwa hampir seluruh LSM dan proyek yang dibiayai oleh LSM-LSM Barat, seperti The Asia Foundation, Ford Fondation, adalah mereka-mereka yang bergerak dalam penyebaran paham Pluralisme Agama. Itu misalnya bisa dilihat dalam artikel-artikel yang diterbitkan oleh Jurnal Tashwirul Afkar (diterbitkan oleh Lakpesdam NU dan The Asia Foundation), dan Jurnal Tanwir (diterbitkan oleh Pusat Studi Agama dan Peradaban Muhammadiyah dan The Asia Foundation). Mereka bukan saja menyebarkan paham ini secara asongan, tetapi memiliki program yang sistematis untuk mengubah kurikulum pendidikan Islam yang saat ini masih mereka anggap belum inklusif-pluralis.
    Sebagai contoh, Jurnal Tashwirul Afkar edisi no. 11, tahun 2001, menampilkan laporan utama berjudul "Menuju Pendidikan Islam Pluralis". Ditulis dalam jurnal ini sebagai berikut.
    "Filosofi pendidikan Islam yang hanya membenarkan agamanya sendiri, tanpa mau menerima kebenaran agama lain mesti mendapat kritik untuk selanjutnya dilakukan reorientasi. Konsep iman-kafir, muslim-nonmuslim, dan baik-benar (truth claim), yang sangat berpenaruh terhadap cara pandang Islam terhadap agama lain mesti dibongkar agar umat Islam tidak lagi menganggap agama lain sebagai agama yang salah dan tidak ada jalan keselamatan. Jika cara pandangnya bersifat eksklusif dan intoleran, maka teologi yang diterima adalah teologi eksklusif dan intoleran, yang pada gilirannya akan merusak harmonisasi agama-agama, dan sikap tidak menghargai kebenaran agama lain. Kegagalan dalam mengembangkan semangat toleransi dan pluralisme agama dalam pendidikan Islam akan membangkitkan sayap radikal Islam." (Khamami Zada, Membebaskan Pendidikan Islam: Dari Eksklusivisme Menuju Inklusivisme dan Pluralisme, Jurnal Tashwirul Afkar, edisi no. 11, tahun 2001).
    Di jurnal ini juga, Rektor UIN Yogyakarta, Prof. Dr. Amin Abdullah menulis, "Pendidikan agama semata-mata menekankan keselamatan individu dan kelompoknya sendiri menjadikan anak didik kurang begitu sensitif atau kurang begitu peka terhadap nasib, penderitaan, kesulitan yang dialami oleh sesama, yang kebetulan memeluk agama lain. Hal demikian bisa saja terjadi oleh karena adanya keyakinan yang tertanam kuat bahwa orang atau kelompok yang tidak seiman atau tidak seagama adalah "lawan" secara aqidah." (M. Amin Abdullah, "Pengajaran Kalam dan Teknologi di Era Kemajemukan: Sebuah Tinjauan Materi dan Metode Pendidikan Agama", Jurnal Tashwirul Afkar, edisi no. 11, tahun 2001).
    Relativisme Kebenaran
    Paham Pluralisme Agama berakar pada paham relativisme akal dan relativisme iman. Banyak cendekiawan yang sudah termakan paham ini dan ikut-ikutan menjadi agen penyebar paham relativisme ini, khususnya di lingkungan perguruan tinggi Islam. Paham relativisme akal dan relativisme iman merupakan virus ganas yang berpotensi menggerogoti daya tahan keimanan seseorang. Dengan paham ini, seseorang menjadi tidak yakin dengan kebenaran agamanya sendiri. Dari paham ini, lahirlah sikap keragu-raguan dalam meyakini kebenaran. Jika seseorang sudah kehilangan keyakinan dalam hidupnya, hidupnya akan terus diombang-ambingkan dengan berbagai ketidakpastian.
    Akar dari nilai-nilai ini adalah paham Sofisme pada zaman Yunani kuno, yang kemudian dikembangkan dalam sistem pendidikan di Barat. Itu bisa dimengerti karena peradaban Barat adalah peradaban tanpa wahyu. Sehingga, berbagai peraturan yang mereka hasilkan tidak berlandaskan pada wahyu Allah, tetapi pada kesepakatan akal manusia. Karena itu, sifatnya menjadi nisbi, relatif, dan fleksibel. Bisa berubah setiap saat, tergantung kesepakatan dan kemauan manusia.
    Mereka yang hidup dalam alam pikiran liberal dan kenisbian nilai akan senantiasa mengalami kegelisahan hidup dan ketidaktenangan jiwa. Mereka pada hakikatnya berada dalam kegelapan, jauh dari cahaya kebenaran. Karena itu, mereka akan senantiasa mengejar bayangan kebahagiaan, fatamorgana, melalui berbagai bentuk kepuasan fisik dan jasmaniah, ibarat meminum air laut yang tidak pernah menghilangkan rasa haus.
    Lihatlah kehidupan manusia-manusia jenis ini. Simaklah ucapan-ucapan mereka; tengoklah keluarga mereka; cermatilah teman-teman dekat mereka; (tambahan: perhatikan akhir hayat mereka). Tidak ada kebahagiaan yang abadi yang dapat mereka reguk, karena mereka sudah membuang jauh-jauh keimanan dan keyakinan akan nilai-nilai yang abadi, kebenaran yang hakiki. Mereka tidak percaya lagi kepada wahyu Tuhan, dan menjadikan akal dan hawa nafsunya sendiri sebagai Tuhan. Al-Qur'an sudah menggambarkan sikap manusia pemuja nafsu ini: "Maka pernahkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhan mereka, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya (Allah mengetahui bahwa ia tidak dapat menerima petunjuk yang diberikan kepadanya), dan Allah telah menutup pendengaran dan hatinya, dan meletakkan tutup atas penglihatannya. Maka, siapakah yang memberinya petunjuk sesudah Allah? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" (Al-Jaatsiyah: 23).
    Dalam pandangan Islam, paham Pluralisme Agama jelas-jelas merupakan paham syirik modern, karena menganggap semua agama adalah benar. Padahal Allah SWT telah menegaskan bahwa hanya Islam agama yang benar dan diterima Allah SWT. "Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam." (Ali Imran: 19). "Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (Ali Imran: 85).
    Keyakinan akan kebenaran dinul Islam sebagai satu-satunya agama yang benar dan diridhai Allah adalah konsep yang sangat mendasar dalam Islam. Karena itu, para cendekiawan dan ulama perlu menjadikan penanggulangan paham syirik modern ini sebagai perjuangan utama, agar jangan sampai 10 tahun lagi paham ini menguasai wacana pemikiran dan pendidikan Islam di Indonesia, sehingga akan lahir dosen-dosen, guru-guru agama, khatib, atau kiyai yang mengajarkan paham persamaan agama ini kepada anak didik dan masyarakat.
     
  2. Liberalisasi Al-Qur'an Salah satu wacana yang berkembang pesat dalam tema liberalisasi Islam di Indonesia saat ini adalah tema "dekonstruksi kitab suci". Di kalangan Yahudi dan Kristen, fenomena ini sudah berkembang pesat. Dr. Ernest C. Colwell, dari School of Theology Claremont, misalnya, selama 30 tahun menekuni bidang ini dan menulis satu buku berjudul Studies in Methodology in Textual Criticism on the New Testament.
    Pesatnya studi kritis Bible itu telah mendorong kalangan Kristen-Yahudi untuk "melirik" Al-Qur'an dan mengarahkan hal yang sama terhadap Al-Qur'an. Pada tahun 1927, Alphonse Mingana, pendeta Kristen asal Irak dan guru besar di Universitas Birmingham Inggris, mengumumkan, "Sudah tiba saatnya sekarang untuk melakukan kritik teks terhadap Al-Qur'an sebagaimana telah kita lakukan terhadap kitab suci Yahudi yang berbahasa Ibrani-Arami dan kitab suci Kristen yang berbahasa Yunani."
    Hampir satu abad lalu, para orientalis dalam bidang studi Al-Qur'an bekerja keras untuk menunjukkan bahwa Al-Qur'an adalah kitab yang bermasalah sebagaimana Bible. Mereka berusaha keras untuk meruntuhkan keyakinan kaum muslimin bahwa Al-Qur'an adalah kalamullah, bahwa Al-Qur'an adalah satu-satunya kitab suci yang bebas dari kesalahan.
    Beratus-ratus tahun wacana itu hanya berkembang di lingkungan orientalis Yahudi dan Kristen. Tetapi, saat ini suara-suara yang menghujat Al-Qur'an justru lahir dari lingkungan perguruan tinggi Islam. Mereka menjiplak dan mengulang-ulang apa yang dahulu pernah disuarakan para orientalis.
    Ulil Abshar Abdalla, mantan Koordinator Jaringan Islam Liberal, menulis, "Tapi, bagi saya, all scriptures are miracles, semua kitab suci adalah mukjizat." (Jawa Pos, 11 Januari 2004).
    Taufik Adnan Amal, dosen Ulumul Quran di IAIN Makasar, menulis satu makalah berjudul "Edisi Kritis al-Quran", yang isinya menyatakan, "Uraian dalam paragraf-paragraf berikut mencoba mengungkapkan secara ringkas pemantapan teks dan bacaan Alquran, sembari menegaskan bahwa proses tersebut masih meninggalkan sejumlah masalah mendasar, baik dalam ortografi teks maupun pemilihan bacaannya, yang kita warisi dalam mushaf tercetak dewasa ini. Karena itu, tulisan ini juga akan menggagas bagaimana menyelesaikan itu lewat suatu upaya penyuntingan Edisi Kritis Alquran." (Lihat makalah Taufik Adnan Amal berjudul "Edisi Kritis al-Quran", dalam buku Wajah Liberal Islam di Indonesia [Jakarta: JIL, 2002], hlm. 78).
    Di dalam buku Menggugat Otentisitas Wahyu, hasil tesis master di Universitas Islam Negeri Yogyakarta (Dulu: IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) yang ditulis oleh Aksin Wijaya, ditulis secara terang-terangan hujatan terhadap kitab suci Al-Qur'an. "Setelah kita kembalikan wacana Islam Arab ke dalam dunianya dan melepaskan diri kita dari hegemoni budaya Arab, kini saatnya, kita melakukan upaya pencarian pesan Tuhan yang terperangkap dalam Mushaf Utsmani, dengan suatu metode dan pendekatan baru yang lebih kreatif dan produktif. Tanpa menegasikan besarnya peran yang dimainkan Mushaf Utsmani dalam mentransformasikan pesan Tuhan, kita terlebih dahulu menempatkan Mushaf Utsmani itu setara dengan teks-teks lain. Dengan kata lain, Mushaf itu tidak sakral dan sbsolue, melainkan profan dan fleksibel. Yang sakral dan absolut hanyalah pesan Tuhan yang terdapat di dalamnya, yang masih dalam proses pencarian. Karena itu, kini kita diperkenankan bermain-main dengan Mushaf tersebut, tanpa ada beban sedikitpun, beban sakralitas yang melingkupi perasaan dan pikiran kita." (Aksi Wijaya, Menggugat Otentisitas Wahyu Tuhan [Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2004], hlm. 123).
    Aktivis Islam Liberal, Dr. Luthfi Assyaukanie, juga berusaha membongkar konsep Islam tentang Al-Qur'an. Ia menulis: "Sebagian besar kaum Muslim meyakini bahwa AlQuran dari halaman pertama hingga terakhir merupakan kata-kata Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara verbatim, baik kata-katanya (lafdhan) maupun maknanya (ma'nan). Kaum Muslim juga meyakini bahwa Alquran yang mereka lihat dan baca hari ini adalah persis sama seperti yang ada pada masa Nabi lebih dari seribu empat ratus tahun silam. Keyakinan semacam itu sesungguhnya lebih merupakan formulasi dan angan-angan teologis (al-khayal al-dini) yang dibuat oleh para ulama sebagai bagian dari formasilasi doktrin-doktrin Islam. Hakikat dan sejarah penulisan AlQuran sendiri sesungguhnya penuh dengan berbagai nuansa yang delicate (rumit), dan tidak sunyi dari perdebatan, pertentangan, intrik (tipu daya), dan rekayasa." (Luthfi Assyaukani, "Merenungkan Sejarah Alquran", dalam Abd. Muqsith Ghazali (ed), Ijtihad Islam Liberal [Jakarta: JIL, 2005], hlm. 1).
    Pada bagian lain buku terbitan JIL tersebut, ada juga yang menulis, bahwa 'Al-Qur'an adalah perangkap bangsa Quraisy', seperti dinyatakan oleh Sumanta Al-Qurtubhy, alumnus Fakultas Syariah IAIN Semarang. Ia menulis: "Di sinilah saya ingin menyebut teks-teks Islam klasik merupakan 'perangkap bangsa Arab', dan Alquran sendiri dalam beberapa hal sebetulnya juga bisa menjadi 'perangkap' bangsa Quraisy sebagai suku mayoritas. Artinya, bangunan keislaman sebetulnya tidak lepas dari jaring-jaring kekuasaan Quraisy yang dulu berjuang keras untuk menunjukkan eksistensinya di tengah suku-suku Arab lain." (Sumanto Al-Qurtubhy, "Membongkar Teks Ambigu", dalam Abd. Muqsith Ghazali (ed) Ijtihad Islam Liberal [Jakarta: JIL, 2005], hlm. 17).
    Jadi, di berbagai penerbitan mereka, kalangan liberal dan sejenisnya memang sangat aktif dalam menyerang Al-Qur'an secara terang-terangan. Mereka sedang tidak sekadar berwacana, tetapi aktif menyebarkan pemikiran yang destruktif terhadap Al-Qur'an. Itu bisa dilihat dalam buku-buku, artikel, dan jurnal yang mereka terbitkan.
    Cara yang lebih halus dan tampak akademis dalam meyerang Al-Qur'an juga dilakukan dengan mengembangkan studi kritik Al-Qur'an dan studi hermeneutika di perguruan tinggi Islam. Di antara tokoh-tokoh terkenal dalam studi ini adalah Prof. Dr. Nasr Hamid Abu Zayd dan Mohammad Arkoun. Buku-buku kedua tokoh ini sudah banyak diterjemahkan di Indonesia. Sekarang Kajian hermeneutika sebagai metode tafsir pengganti ilmu tafsir klasik pun sudah menjadi mata kuliah wajib di Program Studi Tafsir Hadits UIN Jakarta dan sejumlah perguruan tinggi Islam lainnya. Padahal, metode ini jelas-jelas berbeda dengan ilmu tafsir dan bersifat dekonstruktif terhadap Al-Qur'an dan syariat Islam.
    Kaum muslim perlu merenungkan masalah ini dengan serius. Jika Al-Qur'an dan ilmu tafsir Al-Qur'an dirusak dan dihancurkan, apa lagi yang tersisa dari Islam?
     
  3. Liberalisasi Syariat Islam Inilah aspek yang paling banyak muncul dan menjadi pembahasan dalam bidang liberalisasi Islam. Hukum-hukum Islam yang sudah pasti dibongkar dan dibuat hukum baru yang dianggap sesuai dengan perkembangan zaman. Seperti dijelaskan Dr. Greg Barton, salah satu program liberalisasi Islam di Indonesia adalah "kontekstualisasi ijtihad". Salah satu hukum yang banyak dijadikan objek liberalisasi adalah hukum dalam bidang keluarga. Misalnya, dalam masalah perkawinan antar-agama, khususnya antara muslimah dengan laki-laki non-muslim.
    Dalam sebuah tulisannya, Azyumardi Azra menjelaskan metode kontekstualisasi yang dilakukan oleh gerakan pembaruan Islam di Indonesia, yang dipelopori Nurcholish Madjid: "Bila didekati secara mendalam, dapat ditemui bahwa gerakan pembaruan yang terjadi sejak tahun tujuh puluhan memiliki komitmen yang cukup kuat untuk melestarikan 'tradisi' (turats) dalam satu bingkai analisis yang kritis dan sistematis .... Pemikiran para tokohnya didasari kepedulian yang sangat kuat untuk melakukan formulasi metodologi yang konsisten dan universal terhadap penafsiran Al-Qur'an; suatu penafsiran yang rasional yang peka terhadap konteks kultural dan historis dari teks Kitab Suci dan konteks masyarakat modern yang memerlukan bimbingannya." (Lihat, Pengantar Azyumardi Azra untuk buku Dr. Abd. A'la, Dari Neomodernisme ke Islam Liberal [Jakarta: Paramadina, 2003], hlm. xi).
    Menjelaskan pendapat Nurcholish Madjid, Azyumardi Azra menulis, " Al-Qur'an menunjukkan bahwa risalah Islam--disebabkan universalitasnya--adalah selalu sesuai dengan lingkungan kultural apa pun, sebagaimana (pada saat turunnya) hal itu telah disesuaikan dengan kepentingan lingkungan semenanjung Arab. Karna itu, Al-Qur'an harus selalu dikontekstualisasikan dengan lingkungan budaya penganutnya, di mana dan kapan saja."
    Kontekstualisasi para pembaru agama Islam ala Nurcholish Madjid ini tidaklah sama dengan teori asbabun nuzul yang dipahami oleh kaum muslimin selama ini dalam bidang ushul fiqih. Tetapi, Azyumardi Azra memberikan legitimasi dan pujian berlebihan terhadap metode Nurcholish Madjid: "Cak Nur berpegang kuat kepada Islam tradisi hampir secara keseluruhan, pada tingkat esoteris dan eksoteris. Dengan sangat bagus dan distingtif, ia bukan sekadar berpijak pada aspek itu, namun ia juga memberikan sejumlah pendekatan dan penafsiran baru terhadap tradisi Islam itu. Maka, hasilnya adalah apresiasi yang cukup mendalam terhadap syariah atau fiqih dengan cara melakukan kontekstualisasi fiqih dalam perkembangan zaman." (Lihat, Pengantar Azyumardi Azra untuk buku Dr. Abd. A'la, Dari Neomodernisme ke Islam Liberal [Jakarta: Paramadina, 2003], hlm. xii).
    Apa yang dikatakan Azra sebagai bentuk apresiasi syariat atau fiqih yang mendalam oleh nurcholish Madjid adalah sebuah pujian yang sama sekali tidak berdasar. Nurcholsih sama sekali tidak pernah menulis tentang metodologi fiqih dan hanya melakukan dekonstruksi terhadap beberapa hukum Islam yang tidak disetujuinya. Ia pun hanya mengikuti jejak gurunya, Fazlur Rahman, yang menggunakan metode hermeneutika untuk menafsirkan Al-Qur'an.
    Karya kaum liberal di Paramadina dalam merombak hukum Islam lebih jelas lagi dengan keluarnya buku Fiqih Lintas Agama, yang sama sekali tidak apresiatif terhadap syariat, bahkan merusak dan menghancurkannya. Misalnya, dalam soal perkawinan antar-agama, buku Fiqih Lintas Agama tertulis: "Soal pernikahan laki-laki non-Muslim dengan wanita Muslim merupakan wilayah ijtihad dan terikat dengan konteks tertentu, diantaranya konteks dakwah Islam pada saat itu. Yang mana jumlah umat Islam tidak sebesar saat ini, sehingga pernikahan antara agama merupakan sesuatu yang terlarang. Karena keududukannya sebagai hukum yang lahir atas proses ijtihad, maka amat dimungkinkan bila dicetuskan pendapat baru, bahwa wanita Muslim boleh menikah dengan laki-laki non-Muslim, atau pernikahan beda agama secara lebih luas amat diperbolehkan, apapun agama dan aliran kepercayaannya." (Mun'im Sirry (ed), Fiqih Lintas Agama [Jakarta: Paramadina & The Asia Foundation, 2004], hlm. 164).
    Jadi, pendapat Azyumardi Azra tentang hebatnya kaum pembaru Islam yang dimotori Nurcholish Madjid adalah sama sekali tidak terbukti. Sebagai salah seorang cendekiawan yang sangat populer, Azra telah melakukan kekeliruan besar dengan cara memberikan legitimasi berlebihan terhadap gerakan pembaruan yang terbukti sangat destruktif terhadap khazanah pemikiran Islam. Dengan alasan melakukan kontekstualisasi, maka kaum liberal melakukan penghancuran dan perombakan terhadap hukum-hukum Islam yang sudah pasti (qath'iy), seperti hukum perkawinan muslimah dengan laki-laki non-muslim.
    Prof. Musdah Mulia, tokoh feminis, juga melakukan perombakan terhadap hukum perkawinan dengan alasan kontekstualisasi. Ia menulis: "Jika kita memahami konteks waktu turunnya ayat itu (QS 60: 10, pen), larangan ini sangat wajar mengingat kaum kafir Quraisy sangat memusuhi Nabi dan pengikutnya. Waktu itu konteksnya adalah peperangan antara kaum Mukmin dan kaum kafir. Larangan melanggengkan hubungan dimaksudkan agar dapat diidentifikasi secara jelas mana musuh dan mana kawan. Karena itu, ayat ini harus dipahami secara kontekstual. Jika kondisi peperangan itu tidak ada lagi, maka larangan dimaksud tercabut dengan sendirinya." (Musdah Mulia, Muslimah Reformis [Bandung: Mizan, 2005], hlm. 63).
    Nuryamin Aini, seorang dosen Fakultas Syariah UIN Jakarta, juga membuat pernyataan yang menggugat hukum perkawinan antar-agama. Ia menulis: "Maka dari itu, kita perlu meruntuhkan mitos fikih yang mendasari larangan bagi perempuan muslim untuk menikah dengan laki-laki nonmuslim .... Isu yang paling mendasar dari larangan PBA (Perkawinan Beda Agama, red) adalah masalah sosial politik. Hanya saja, ketika yang berkembang kemudian adalah logika agama, maka konteks sosial-politik munculnya larangan PBA itu menjadi tenggelam oleh hegemoni cara berpikir teologis." (Lihat buku Ijtihad Islam Liberal [Jakarta: JIL, 2005], hlm. 220-221).
    Entah kenapa, di Indonesia, yang mayoritas muslim, kaum liberal berusaha keras untuk menghancurkan hukum perkawinan antar-agama ini, seolah-olah ada kebutuhan mendesak kaum muslim harus kawin dengan non-muslim. Ulil Abshar Abdalla, di harian Kompas edisi 18 November 2002, juga menulis: "Larangan kawin beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan lelaki non-Islam, sudah tidak relevan lagi." Bahkan, lebih maju lagi, Dr. Zainun Kamal, dosen UIN Jakarta, kini tercatat sebagai 'penghulu swasta' yang menikahkan puluhan--mungkin sekarang sudah ratusan--pasangan beda agama.
    Padahal, perlu dicatat, larangan muslimah menikah dengan laki-laki non-muslim sudah menjadi ijma' (kesepakatan) para ulama dengan dalil-dalil yang sangat meyakinkan (seperti QS 60: 10). Memorandum Organisasi Konferensi Islam (OKI) menyatakan, "Perkawinan tidak sah kecuali atas persetujuan kedua belah pihak, dengan tetap memegang teguh keimanannya kepada Allah bagi setiap muslim, dan kesatuan agama bagi setiap muslimat."
    Ketika hukum-hukum yang pasti dirombak, maka terbukalah pintu untuk membongkar seluruh sistem nilai dan hukum Islam. Dari IAIN Yogyakarta muncul nama Muhidin M. Dahlan, yang menulis buku memoar berjudul Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur, yang memuat kata-kata berikut: "Pernikahan yang dikatakan sebagai pembirokrasian seks ini, tak lain tak bukan adalah lembaga yang berisi tong-tong sampah penampung sperma yang secara anarkis telah membelah-belah manusia dengan klaim-klaim yang sangat menyakitkan. Istilah pelacur dan anak haram pun muncul dari rezim ini. Perempuan yang melakukan seks di luar lembaga ini dengan sangat kejam diposisikan sebagai perempuan yang sangat hina, tuna, lacur, dan tak pantas menyandang harga diri. Padahal, apa bedanya pelacur dengan perempuan yang berstatus istri? Posisinya sama. Mereka adalah penikmat dan pelayan seks laki-laki. Seks akan tetap bernama seks meski dilakukan dengan satu atau banyak orang. Tidak, pernikahan adalah konsep aneh, dan menurutku mengerikan untuk bisa kupercaya." (Buku: Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur: Memoar Luka Seorang Muslimah, SriptaManent dan Melibas, 2005, cetakan ke-7).
    Dari Fakultas Syariah IAIN Semarang bahkan muncul gerakan legalisasi perkawinan homoseksual. Mereka menerbitkan buku berjudul Indahnya Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan Perlindungan Hak-hak Kaum Homoseksual. Buku ini adalah kumpulan artikel di jurnal Justisia Fakultas Syariah IAIN Semarang edisi 25, Th XI, 2004. Dalam buku ini ditulis strategi gerakan yang harus dilakukan untuk melegalkan perkawinan homoseksual di Indonesia. "Bentuk riil gerakan yang harus dibangun adalah (1) mengorganisir kaum homoseksual untuk bersatu dan berjuang merebut hak-haknya yang telah dirampas oleh negara, (2) memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa apa yang terjadi pada diri kaum homoseksual adalah sesuatu yang normal dan fithrah, sehingga masyarakat tidak mengucilkannya bahkan sebaliknya, masyarakat ikut terlibat mendukung setiap gerakan kaum homoseksual dalam menuntut hak-haknya, (3) melakukan kritik dan reaktualisasi tafsir keagamaan (tafsir kisah Luth dan konsep pernikahan) yang tidak memihak kaum homoseksual, (4) menyuarakan perubahan UU Perkawinan No 1/1974 yang mendefinisikan perkawinan harus antara laki-laki dan wanita." (Lihat buku Indahnya Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan Perlindungan Hak-hak Kaum Homoseksual [Semarang: Lembaga Studi Sosial dan Agama/eLSA, 2005], hlm. 15).
    Pada bagian penutup buku tersebut, anak-anak fakultas Syariah IAIN Semarang tersebut menulis kata-kata yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh seorang muslim pun: "Hanya orang primitif saja yang melihat perkawinan sejenis sebagai sesuatu yang abnormal dan berbahaya. Bagi kami, tiada alasan kuat bagi siapapun dengan dalih apapun, untuk melarang perkawinan sejenis. Sebab, Tuhan pun sudah maklum, bahwa proyeknya menciptakan manusia sudah berhasil bahkan kebablasan."
     
Faktor Asing Setelah Perang Dingin berakhir, Barat memiliki pandangan dan kebijakan khusus terhadap Islam. Pada masa Perang Dingin, Komunisme dianggap sebagai musuh utama, sehingga Barat bersama-sama dengan Islam menghadapi komunisme, seperti yang terjadi di Afghanistan. Tetapi, setelah komunis runtuh, musuh bagi Barat berikutnya adalah Islam.
Karena Islam dipandang sebagai musuh atau ancaman potensial bagi Barat, maka berbagai daya upaya dilakukan untuk 'menjinakkan' dan melemahkan Islam. Salah satu program yang kini dilakukan adalah dengan melakukan proyek liberalisasi Islam besar-besaran di Indonesia dan dunia Islam lainnya. Proyek liberalisasi Islam ini tentu saja masih menjadi bagian dari 'tiga cara' pengokohan hegemoni Barat di dunia Islam, yaitu melalui program kristenisasi, imperialisme modern, dan orientalisme.
David E. Kaplan menulis bahwa sekarang AS menggelontorkan dana puluhan juta dollar dalam rangka kampanye untuk--bukan hanya mengubah masyarakat muslim--tetapi juga untuk mengubah Islam itu sendiri. Menurut Kaplan, Gedung Putih telah menyetujui strategi rahasia, yang untuk pertama kalinya AS memiliki kepentingan nasional untuk mempengaruhi apa yang terjadi di dalam Islam. Sekurangnya di 24 negara muslim, AS secara diam-diam telah mendanai radio Islam, acara-acara TV, kursus-kursus di sekolah Islam, pusat-pusat kajian, workshop politik, dan program-program lain yang mempromosikan Islam moderat (versi AS). (Terjemahan dari David E. Kaplan, Hearts, Minds, and Dollars, www.usnews.com, 4-25-2005).
Salah satu LSM asing yang sangat aktif dalam menyebarkan paham liberalisme dan pluralisme agama di Indonesia adalah The Asia Foundation. Untuk menanamkan paham dan nilai-nilai inklusif dan pluralis di kalangan muslim Indonesia, TAF telah mendukung berbagai kelompok berbasis muslim sejak tahun 1970-an. The Asia Foundation saat ini mendukung lebih dari 30 LSM yang mempromosikan nilai-nilai Islam yang dapat menjadi basis bagi sistem politik demokratis, nonkekerasan, dan toleransi beragama. Dalam bidang pendidikan kewarganegaraan, HAM, rekonsiliasi antar-komunitas, kesetaraan gender, dan dialog antar-agama, The Asia Foundation juga bekerja sama dengan LSM-LSM tersebut untuk mempromosikan Islam sebagai katalisator demokratisasi di Indonesia. Program-program itu mencakup training bagi pemuka agama, studi tentang isu-isu gender dan HAM dalam Islam, pusat-pusat advokasi wanita, dan sebagainya. (http://www.asiafoundation.org/Locations/indonesia.html. Website The Asia Foundation sampai dengan 24 Maret 2006, masih menulis tajuk pembukanya dengan kata-kata: "REFORMASI PENDIDIKAN DAN ISLAM DI INDONESIA").
Organisasi-organisasi di Indonesia yang diberikan pendanaan oleh The Asia Foundation di antaranya: 1. Yayasan Desantara (Pluralisme agama, penerbit majalah Syir'ah). 2. Lembaga Studi Agama dan Demokrasi (Elsad) (Pluralisme agama dan demokrasi). 3. Fahmina Institute (Pluralisme gender equality). 4. Indonesia Center for Civic Education (Demokrasi). 5. International Center for Islam Pluralism (ICIP) (Pluralisme agama). 6. Indonesia Conference on Religion and Peace (Pluralisme agama). 7. Institut Arus Informasi (ISAI) (Pluralisme dan jurnalisme). 8. Jaringan Islam Liberal (JIL) (Liberalisasi pemikiran). 9. Paramadina (Pluralisme agama). 10. Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka) Padang (Demokrasi) 11. Pusat Studi Wanita-UIN- (Gender equality). 12. Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ) (Gender equality). 13. Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) (Penerbitan buku-buku pluralisme). 14. Lembaga Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdhatul Ulama (Pluralisme agama, dekonstruksi syariah). 15. Pusat Studi Agama dan Peradaban Muhammadiyah (Pluralisme agama). 16. Dan puluhan LSM serta organisasi sejenis lainnya.
Kebijakan untuk mengubah kurikulum dan pemikiran Islam juga pernah diungkapkan oleh Menhan AS, Donald Rumsfeld. "AS perlu menciptakan lembaga donor untuk mengubah kurikulum pendidikan Islam yang radikal menjadi moderat. Lembaga pendidikan Islam bisa lebih cepat menumbuhkan teroris baru, lebih cepat dibandingkan kemampuan AS untuk menangkap atau membunuh mereka." (Harian Republika, 3/12/2005).
Maka, dengan dukungan dana yang besar-besaran, AS dan sekutunya, serta kaki tangannya di Indonesia, berupa LSM-LSM asing, kemudian melakukan program perubahan dan penghancuran pemikiran Islam secara besar-besaran. Tetapi, sayangnya ada saja sebagian kalangan umat dan lembaga Islam yang terpengaruh oleh iming-iming duniawi dari lembaga-lembaga asing yang sedang bergentayangan mencari mangsa bersama para kaki tangannya di Indonesia.
Liberalisasi di Perguruan Tinggi Islam
Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, dan yang lainnya adalah pelopor liberalisasi Islam di organisasi Islam dan masyarakat. Adapun Harun Nasution adalah pelopor liberalisasi Islam di kampus-kampus Islam. Ketika menjadi rektor IAIN Ciputat, Jakarta, Harun mulai melakukan gerakan yang serius dan sistematis untuk melakukan perubahan dalam studi Islam. Ia mulai dari mengubah kurikulum IAIN.
Pada Agustus 1973 rektor IAIN se-Indonesia mengadakan rapat di Ciumbuluit Bandung. Hasil dari rapat itu adalah Departemen Agama RI memutuskan buku karya Harun Nasution sebagai buku wajib rujukan mata kuliah Pengantar Agama Islam. Buku kontroversial yang ditulis Harun itu berjudul Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Harun Nasution ketika itu mengakui tidak semua rektor menyetujuinya. Sejumlah rektor senior menentang keputusan tersebut. Tetapi, entah mengapa keputusan itu tetap dijalankan oleh pemerintah.
Pada tanggal 3 Desember 1975, Prof. HM Rasjidi, Menteri Agama pertama, sudah menulis laporan rahasia kepada Menteri Agama dan beberapa eselon tertinggi di Depag. Dalam bukunya, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang 'Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya', Prof. Rasjidi menceritakan isi suratnya: "Laporan Rahasia tersebut berisi kritik terhadap buku Sdr. Harun Nasution yang berjudul Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Saya menjelaskan kritik saya fasal demi fasal dan menunjukkan bahwa gambaran Dr. Harun tentang Islam itu sangat berbahaya, dan saya mengharapkan agar Kementerian Agama mengambil tindakan terhadap buku tersebut, yang oleh Kementerian Agama dan Direktorat Perguruan Tinggi dijadikan sebagai buku wajib di seluruh IAIN di Indonesia." (HM Rasjidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang 'Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya' [Jakarta: Bulan Bintang, 1977], hlm. 13).
Selama satu tahun lebih surat Prof. Rasjidi tidak diperhatikan. Rasjidi akhirnya mengambil jalan lain untuk mengingatkan Depag, IAIN, dan umat Islam Indonesia pada umumnya. Setelah nasihatnya tidak diperhatikan, ia menerbitkan kritiknya terhadap buku Harun tersebut. Maka, tahun 1977 lahirlah buku Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tersebut.
Nasihat Prof. Rasjidi sangat penting untuk direnungkan saat ini, mengingat buku Harun itu memang penuh dengan berbagai kesalahan fatal, baik secara ilmiah maupun kebenaran Islam. Salah satu contoh kesalahan fatal itu seperti berikut. Harun menempatkan Islam sebagai agama yang posisinya sama dengan agama-agama lain, sebagai evolving religion (agama yang berevolusi). Padahal, Islam adalah satu-satunya agama wahyu, yang berbeda dengan agama-agama lain. Agama-agama lain, selain Islam, merupakan agama sejarah dan agama budaya (historical and cultural religion). Harun menyebut agama-agama monoteis--yang dia istilahkan juga sebagai 'agama tauhid'--ada empat: Islam, Yahudi, Kristen, dan Hindu. Ketiga agama pertama, kata Harun, merupakan satu rumpun. Agama Hindu tidak termasuk dalam rumpun ini. Harun menambahkan bahwa kemurnian tauhid hanya dipelihara oleh Islam dan Yahudi. Adapun kemurnian tauhid agama Kristen dengan adanya paham Trinitas, sebagaimana diakui oleh ahli-ahli perbandingan agama, sudah tidak terpelihara lagi. (Lihat Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya [Jakarta: UI Press, cet ke-6, 1986], Jilid I, hlm. 15-22).
Kesimpulan Harun bahwa agama Yahudi itu sebagai agama tauhid murni, seperti halnya agama Islam, adalah kesimpulan yang ngawur dan tidak berdasar. Kalau Yahudi merupakan agama tauhid murni, mengapa di dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa Yahudi itu kafir ahlul kitab? Kesimpulan Harun itu jelas mengada-ada. Sejak lama Prof. Rasjidi sudah memberikan kritik keras bahwa uraian Dr. Harun yang terselubung uraian ilmiah sesungguhnya mengandung bahaya bagi generasi muda Islam. Bahayanya adalah memudarkan keimanan atau kayakinan seseorang terhadap kebenaran agama yang dipeluknya.
Namun anehnya, kritik-kritik tajam Prof. Rasjidi seperti itu tidak digubris oleh petinggi Depag dan IAIN. Malah, bukannya bersikap kritis, banyak ilmuwan yang memuji-muji Harun Nasution secara tidak proporsional. Prof. Dr. Said Agil al-Munawwar, misalnya, menulis: "Karena itu, beliau diteladani oleh para intelektual maupun generasi berikutnya. Harun Nasution adalah sebagai salah seorang tokoh pembaru diantara sedikit tokoh yang ada, ia termasuk tokoh sentral dalam menyemaikan ide pembaruan bersama tokoh lainnya di Indonesia.Tokoh-tokoh elitis kaum pembaru dimaksud diantaranya; Nurcholish Madjid, Utomo Dananjaya, Usep Fathudin, Djohan Effendi, Ahmad Wahid, M. Dawam Rahardjo, Adi Sasono, Abdurrahman Wahid, Jalaluddin Rakhmat, Ahmad Syafii Ma'arif, Muhammad Amien Rais dan Kuntowijoyo .... Harun sangat tepat disebut pemancang perubahan dalam tradisi akademik di lingkungan perguruan tinggi Islam Indonesia." (Abdul Halim (ed), Teologi Islam Rasional [Ciputat Press, 2005], hlm. xvi-xvii).
Meskipun bukan bidangnya, Prof. Malik Fadjar juga ikut-ikutan memberikan pujian berlebihan dan tanpa sikap kritis terhadap Harun Nasution: "Usaha dan kerja keras Harun Nasution dalam pengembangan Islamic Studies di Indonesia patut dihargai. Harun seyogyanya dianugerahi sebagai tokoh Islamic Studies di Inonesia." (Abdul Halim (ed), Teologi Islam Rasional [Ciputat Press, 2005], back cover).
Secara kualitas dan teknik penulisan ilmiah, buku Harun itu sebenarnya juga sudah perlu direvisi total. Tetapi, sekali lagi, kesalahan yang fatal itu dibiarkan saja selama 30 tahun lebih. Jika buku yang mengandung 'virus pemikiran' itu diajarkan secara terus-menerus, bisa dipahami, jika kerusakan yang sudah semakin parah itu telah menular ke mana-mana. Entah mengapa, masalah yang serius dan separah ini sekian lama dibiarkan oleh lembaga-lembaga Islam di Indonesia. Hingga kini belum ada lembaga Islam, khususnya perguruan tinggi Islam, yang secara resmi meminta pemerintah menarik kembali buku Harun Nasution tersebut.
Kini telah kita ketahui bahwa ternyata umat Islam Indonesia benar-benar sedang menghadapi ujian keimanan yang sangat berat. Di tengah berbagai krisis dan keterpurukan, umat Islam direkayasa, dirusak, dan diserbu besar-besaran dengan paham-paham syirik modern dan berbagai pemikiran liberal. Sendi-sendi ajaran dan keyakinan umat Islam sedang dibongkar habis-habisan.
Ironisnya, ujung tombak dari penyebaran paham ini justru berasal dari individu, tokoh, cendekiawan, ulama, dan lembaga yang secara formal menyandang nama Islam. Tentu saja ini tantangan yang sangat berat. Para ulama yang seharusnya menjaga agama justru malah merusak agama. Inilah zaman fitnah, zaman yang tidak jelas lagi mana yang haq dan mana yang bathil.
Rasulullah saw. sudah pernah mengingatkan: "Yang merusak umatku adalah orang alim yang durhaka dan ahli ibadah yang bodoh. Seburuk-buruk manusia yang buruk adalah ulama yang buruk, dan sebaik-baik manusia yang baik adalah ulama yang baik." (HR Ad-Darimy).
Juga, sabdanya, "Termasuk di antara perkara yang aku khawatirkan atas umatku adalah tergelincirnya orang alim (dalam kesalahan) dan silat lidahnya orang munafik tentang Al-Qur'an." (HR Thabarani dan Ibn Hibban).
Di tengah ujian berat proyek liberalisasi Islam secara besar-besaran ini, kita berdoa, mudah-mudahan tidak banyak orang yang tergoda oleh berbagai bujukan dan tipuan duniawi yang ditujukan untuk menghancurkan kekuatan Islam dari dalam.
Bisa dikatakan, liberalisasi Islam di Indonesia saat ini adalah tantangan yang terbesar yang dihadapi semua komponen umat Islam, baik pondok pesantren, perguruan tinggi Islam, ormas Islam, lembaga ekonomi Islam, maupun partai politik Islam. Sebab, liberalisasi Islam telah menampakkan wajah yang sangat jelas dalam menghancurkan Islam dari asasnya, baik aqidah Islam, Al-Qur'an, maupun syariat Islam.
Kita harus membentengi keimanan kita, keluarga kita, dan jamaah kita dengan meningkatkan ilmu-ilmu keislaman yang benar dan memohon pertolongan kepada Allah SWT.
"Ya Allah, tunjukkanlah yang benar itu benar dan berikanlah kemampuan kepada kami untuk mengikutinya; dan tunjukkanlah yang bathil itu bathil, dan berikanlah kemampuan kepada kami untuk menghindarinya. Allahumma amin."
Sumber: Diringkas dari Liberalisasi Islam di Indonesia: Fakta dan Data, Adian Husaini, M.A. (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 2007), hlm. 1-72.