apakah Rosulullah berkeinginan membunuh????


Dalam menghujat masalah ini, Robert Morey mencontohkan hadits nabi tentang keputusan Rasulullah yang menghukum mati Ka’b ibn Asyraf. Keputusan tersebut adalah keputusan jenius seorang panglima perang dan pemimpin masyarakat, keputusan yang tidak hanya cocok dilakukan pada 14 abad yang lalu, tapi hukum international abad modern pun mengakui bahwa keputusan tersebut sah adanya. 

Ka’b bin Asyraf adalah seorang Yahudi dari ayah Arab dan ibu Yahudi. Hartanya yang melimpah membuatnya mampu berbuat apa saja untuk menyetir kaum Yahudi yang tinggal di Madinah. Sebagai anggota komunitas Yahudi di Madinah, Ka’ab bin Asyraf mestinya mentaati perjanjian hidup bersama antara Yahudi dan Muslimin di Madinah yang sudah disetujui kedua belah pihak. Namun yang terjadi justru sebaliknya, kebenciannya kepada Nabi Saw. membuatnya kehilangan akal, segala cara ia lakukan demi menyudutkan Nabi dan kaum muslimin, dari mulai mengejek hingga menghasut masyarakat Quraisy dan Yahudi untuk memerangi Rasulullah dan umatnya. Peringatan sudah disampaikan tapi hanya ditanggapi dingin. Hingga akhirnya, demi menjaga stabilitas Madinah terpaksa penyakitnya harus dibuang. Eksekusi terhadap Ka’b justru dilakukan oleh saudara­saudaranya sendiri dari bani Aus.

Sejarawan modern H.A. Lammens yang bahkan dari kalangan Yahudi, membenarkan tindakan yang diambil oleh Rasulullah sebagai berikut :
Apabila Muhammad bertindak keras terhadap orang Yahudi, adalah dapat dimaklumi karena mereka telah berkhianat kepadanya, dan jangan dilupakan keadaan negeri Arab yang belum teratur dewasa itu…….Lagi pula ada seorang Nabi Bani Israel membunuh 300 kahin dari negeri Baal dalam suatu hari saja”.

Bukan hanya itu, hukum international-pun membenarkan tindakan Rasulullah Saw, sebagaimana ditulis Abbas Mahmud al-‘Aqqad dalam bukunya Abqariyyatu Muhammad sebagai berikut :
“Menurut undang-undang International terhadap pelangar-pelanggar yang berkhianat, menipu dan merusak kehormatan kaum wanita seperti Ka’ab bin al-Asyraf ini, dikenakan humum seorang tawanan yang telah berjandi dengan nama kehormatan bahwa ia tidak akan kembali lagi berdiri di medan peperangan pada pihak lawan yang diberinya janji tersebut. Undang­undang Internasional dalam hal ini telah mewajibkan kepada orang tersebut dan kepada pemerintah dari orang yang telah berjanji dengan nama kehormatannya itu supaya orang tersebut tidak ditugaskan lagi oleh pemerintahnya untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang bertentangan dengan janji warganya tersebut. Dan apabila orang tersebut melanggar perjanjiannya, apabila ia jatuh lagi ke dalam tawanan pemerintah yang telah melepasnya pertama kali, hilanglah hak orang tersebut sebagai orang tawanan perang, berhaklah pemerintah yang telah menawannya buat kedua kalinya ini untuk mengadilinya seperti mengadili penjahat-penjahat serta menghukumnya dengan hukum mati”.

Undang-undang modern telah mengizinkan hukuman mati atas seseorang karena kesalahan yang lebih ringan dari apa yang telah dilakukan oleh Ka’ab bin al-Asyraf yang telah menghasut orang, mengumpulkan orang dengan perbuatan dan dengan syair-syair yang amat berpengaruh pada masa itu layak pers masa kini, serta melecehkan kaum wanita-wanita muslimah. Maka dalam putusan Rasulullah tersebut yang ada hanya keadilan dengan kepentingan umum penduduk Madinah.

Jika dibandingkan dengan Nabi Isa As. maka walaupun beliau (Nabi Isa As) bukanlah seorang kepala pemerintah namun beliau juga menghendaki agar musuhnya ditangkap.
“Siapa yang percaya dan dibabtis akan diselamatkan, tetapi yang tidak percaya akan dihukum” (Markus 16:16).
“Jangan kamu menyangka bahwa aku datang untuk membawa damai di atas bumi. Aku datang bukan untuk membawa damai melainkan pedang”. (Matius 10: 34).
Kini ada baiknya kita mendengar penuturan ahli sejarah Yahudi Prof. Israel Welfinson sebagai berikut :
“Hendaknya jangan sampai lupa dari ingatan bahwa kerugian kecil yang mengenai orang Yahudi tanah Hijaz adalah amat sedikit sekali dibandingkan dengan faidah yang didapat oleh Yahudi dari kelahiran Islam, karena orang-orang Islam yang masuk kepelbagai negeri telah menolong (menyelamatkan) beribu-ribu orang Yahudi yang tersiar di berbagai propinsi kerajaan Roman Timur, yang telah dan sedang menderita aneka macam siksa yang sakit sekali. Disamping itu hubungan orang Yahudi dengan kaum Muslimin di berbagai propinsi menjadi sebab bangunnya fikiran besar dalam kalangan orang Yahudi yang abadi bekas-bekasnya dalam sejarah kebudayaan Arab dan Yahudi sejak beberapa lamanya.”

Keputusan yang sama telah dimaklumkan oleh Nabi kepada Asma’ binti Marwan. Maka tentang Asma’ tidak perlu kita bahas lagi, sebab kejadiannya hampir sama.

Memohon Ampunan Allah

Beberapa hadits yang menyatakan Rasulullah berdoa dan memohon ampunan Allah dijadikan alasan bahwa Rasulullah adalah seorang pendosa. Tuduhan ini ia kuatkan dengan beberapa hadits yang dipahami keliru seperti pada hadits tentang air susu onta yang sudah kita bahas sebelumnya..
Memohon ampunan Allah adalah sikap para nabi-nabi yang diajarkan kepada umatnya, dan hal itu sama sekali tidak menunjukkan suatu kelemahan apalagi dikatakan sebagai seorang pendosa. Hanya orang yang suka mendongakkan kepala saja yang mengatakan hal itu sebagai suatu kekurangan.
Nabi Musa As. juga berdoa memohon ampunan Allah atas kesalahan membunuh orang Mesir yang telah membunuh orang Ibrani. Nabi Isa As. (Yesus) juga melakukan hal yang sama, sebagaimana doa yang beliau ajarkan kepada para murid­muridnya:
“dan ampunilah kami dari kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni mengampuni orang yang bersalah kepada kami; ” (Matius 6: 12).

Mungkin saja otoritas gereja berkilah bahwa doa di atas hanyalah sekedar ajaran yang tidak menunjukkan bahwa Yesus pernah berdosa, namun demikian tidak ada bukti-bukti yang mengatakan bahwa beliau tidak pernah bersalah, namun sebaliknya beliau malah dibabtis oleh Nabi Yahya, yang melembagakan pembabtisan sebagai simbol pengampunan bagi orang bertobat. Jika pemikiran ungul-mengunggul atau setidaknya membedakan antara para nabi Allah ini dituruti, maka mestinya nabi Yahya lebih suci dari Yesus, sebab Yohaneslah yang membabtisnya di sungai Jordan. Namun demikian pemikiran semacam itu ditolak keras oleh Islam, sebab pada dasarnya mereka semuanya adalah manusia suci ciptaan Allah, dan sebagai ciptaan kesalahan kecil dari mereka mungkin saja terjadi, dan itu tidak mengurangi kredibelitas mereka sebagai pembawa wahyu, justru hal itu menyatakan bahwa mereka hanyalah manusia utusan Allah yang di utus kepada manusia.

Dr. Sanihu Munir, yang juga mengomentari masalah ini, mengutip pernyataan Yesus dalam Naskah Laut Mati yang menyatakan bahwa Yesus memohon ampun kepada Allah atas segala dosa-dosanya, seperti kutipan dalam Rule of Community 11: 9-10, berikut ini:
“Dan saya (saya tergolong) manusia yang jahat dan termasuk dalam kelompok orang yang keji. Ketidak adilan saya, pelanggaran-pelanggaran saya, dosa-dosa saya… (Termasuk) dalam golongan yang hina dan yang berada dalam kegelapan”.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Yesus, ketika menjawab pertanyaan muridnya yang menyebutnya “guru yang baik”:
Apakah sebabnya engkau katakan aku ini baik? Seorangpun tidak yang baik, hanya Satu, yaitu Allah. ” (Markus 10:18).

Al-Qur’an, yang mencantumkan do’a nabi Adam sebagai bapak manusia, dan menjadi do’a umat Muslim sehari-hari, menyatakan:
“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang­orang yang merugi “. (Al-a’raf 7:23).

Apa yang telah dicontohkan oleh para nabi termasuk Yesus dan Rasulullah Muhammad, hendaklah menjadi contoh bagi umat masing-masing. Amatlah naif jika umat nabi Isa tidak mau memohon ampun langsung kepada Allah, karena merasa dosanya sudah ditanggung oleh sang nabi sendiri, padahal Yesus menyatakan :
Sebab anak manusia akan datang dalam kemuliaan Bapaknya, diiringi malaikat malaikatNya; pada waktu itu Ia 
akan membalas setiap orang menurut perbuatannya “. (Matius 16-27).

Yesus yang dengan tegas menyebut dirinya “anak manusia”, menyatakan bahwa pembalasan (pada hari pembalasan) bagi setiap orang sesuai kesalahan masing-masing. Pembalasan itu termasuk bagi mereka yang menyebut Yesus sebagai “anak Tuhan”, sebab tidak mungkin Yesus yang tidak ingin dikultuskan mau menolong umatnya yang tetap mengkultuskan dirinya. Jadi bagaimana dengan doktrin “dosa warisan” dan “penebusan” lewat pendeta atau Kardinal gay yang baru dilantik di New Hampshire?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar